Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M Fanshurullah Asa menegaskan urgensi dari reformasi hukum persaingan di era algoritma dan transformasi ekonomi digital.
"Kebijakan pemerintah dan undang-undang persaingan usaha harus mampu mendeteksi potensi monopoli sebelum pasar terdistorsi," katanya dalam pembukaan The 3rd Jakarta International Competition Forum (3JICF) di Danareksa Tower, Jakarta, Kamis.
Ia menilai transformasi digital telah mengubah lanskap ekonomi saat ini.
Bukan hanya sekadar perubahan proses transaksi, tapi juga struktur pasar tradisional yang dikenal selama ini.
"Kekuatan jaringan (network effects), akumulasi data raksasa, dan pengambilan keputusan berbasis algoritma telah menciptakan hambatan masuk (entry barriers) yang sulit ditembus oleh pesaing baru, terutama UMKM," ujarnya.
Ia pun mengakui bahwa regulasi kerap tertinggal satu langkah di belakang teknologi.
Bentuk dominasi baru seperti self-preferencing (mengutamakan produk sendiri di platform miliknya) hingga algorithmic tacit collusion (kesepakatan harga diam-diam oleh mesin) menuntut pergeseran paradigma.
"Pendekatan reaktif berbasis kasus (case-by-case) harus bertransformasi menjadi pendekatan proaktif berbasis risiko (risk-based standard)," kata Fanshurullah.
Selain reformasi hukum, ia menilai langkah lainnya yang harus dilakukan adalah penyelarasan internasional, mengingat pasar digital tidak mengenal batas negara (borderless).
"Merger lintas negara dan akuisisi strategis atas data serta talenta digital menuntut kita berbicara dalam bahasa regulasi yang sama dengan komunitas global," ujar Fanshurullah.
Sebagai negara yang sedang dalam proses aksesi OECD dan anggota baru BRICS, ia menilai Indonesia perlu menyelaraskan standar, mulai dari interoperabilitas sistem hingga rezim notifikasi merger.
"Ini agar Indonesia tidak mengulangi eksperimen kebijakan yang mahal, melainkan langsung melompat mengadopsi praktik terbaik global," katanya.
Lebih jauh, Fanshurullah juga menyoroti pentingnya evolusi penegakan hukum, seperti pemanfaatan forensik digital atau kecerdasan buatan untuk mendeteksi persekongkolan tender (bid-rigging) dalam pengadaan publik.
"Serta perlindungan UMKM dari kontrak yang tidak seimbang di ekosistem platform, menjadi prioritas yang tak bisa ditawar. Penegakan hukum harus tajam dan berbasis data," ujar Fanshurullah.
Sementara itu, forum 3JICF ini mengusung tema "Legal Reform, International Alignment & Enforcement Evolution" yang diharapkan mampu menciptakan pasar yang bisa diperebutkan (contestable market), memacu inovasi, dan membangun ketahanan ekosistem ekonomi di masa mendatang.
Baca juga: KPPU: Denda pelanggaran persaingan usaha capai Rp695 miliar di 2025
Baca juga: KPPU: Persaingan usaha adil syarat pertumbuhan ekonomi berkualitas
Baca juga: Revisi UU perlindungan konsumen dan KPPU bakal atur transaksi daring
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































