Jakarta (ANTARA) - Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menghentikan penyelidikan terhadap impor barang kain tenunan dari benang filamen artifisial.
Ketua KPPI Julia Gustaria Silalahi dalam keterangan di Jakarta, Rabu, mengatakan keputusan penghentian penyelidikan tersebut didasarkan pada hasil penyelidikan yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat lonjakan jumlah impor secara absolut dan relatif.
Komoditas tersebut termasuk ke dalam nomor Harmonized System (HS) 8 digit yaitu HS. 5408.21.00, 5408.31.00, dan 5408.33.00, sesuai dengan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) Tahun 2022.
"Dari hasil penyelidikan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan verifikasi lapangan terhadap impor barang kain tenunan dari benang filamen artifisial, ditemukan bahwa data impor dari ketiga nomor HS tersebut tidak menunjukkan adanya lonjakan jumlah impor secara absolut maupun relatif," ujar Julia.
Lebih lanjut, hasil penyelidikan dan verifikasi tersebut menyebut bahwa persyaratan dalam tindakan pengamanan perdagangan (TPP), atau safeguard measures, tidak terpenuhi.
Kain tenunan dari benang filamen artifisial digunakan sebagai bahan baku dalam proses produksi pakaian dan aksesori pakaian, seperti kemeja, jas, dan gaun.
Penyelidikan TPP terhadap jumlah impor barang dimaksud dimulai pada 27 Oktober 2023. Penyelidikan ini menindaklanjuti permohonan resmi dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) pada 18 September 2023.
Menurut bukti awal permohonan yang disampaikan API, diperoleh informasi adanya lonjakan jumlah impor, adanya kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami
Indonesia, dan adanya hubungan sebab-akibat.
Baca juga: KPPI mulai penyelidikan perpanjangan TPP produk impor pakaian
Baca juga: KPPI mulai penyelidikan impor terpal plastik sintesis
Baca juga: KPPI mulai selidiki lonjakan impor LLDPE dalam bentuk pasta
Adapun tren impor secara absolut pada periode 2021--2024 mengalami penurunan 29 persen. Data impor secara absolut pada 2021 sebesar 15.099 ton menjadi 75.543 ton atau meningkat 400 persen pada 2022.
Pada 2023, turun 62 persen menjadi 28.588 ton. Pada 2024, impor terus mengalami penurunan menjadi 6.764 ton atau turun 76 persen.
Data impor secara relatif pada periode 2021--2024 mengalami tren penurunan 25 persen. Impor relatif mengalami peningkatan 401 persen pada 2022 dibandingkan dengan pada 2021, sedangkan impor relatif pada 2023 mengalami penurunan 59 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Impor relatif kembali mengalami penurunan 75 persen pada 2024 dibandingkan pada 2023. Impor absolut berdasarkan data Badan Pusat Statistik sedangkan impor relatif adalah jumlah impor absolut dibandingkan dengan total produksi nasional.
Baca juga: Kemendag catat 1.657 layanan konsumen sepanjang Januari-Maret 2025
Baca juga: Wamendag tekankan logistik adaptif hadapi tantangan global
Baca juga: Kemendag dorong optimalisasi ekspor produk UMKM ke India
Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Indra Arief Pribadi
Copyright © ANTARA 2025