Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pentingnya untuk mengantisipasi risiko pengelolaan lahan pertanian untuk percepatan kedaulatan pangan, salah satunya terkait alih fungsi lahan pertanian.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, tanpa pengendalian yang ketat alih fungsi lahan dapat mengganggu produksi pangan nasional dan berpotensi memicu praktik korupsi di sektor tata kelola pertanahan.
"Salah satu tantangan utama dalam mewujudkan kedaulatan pangan adalah alih fungsi lahan pertanian yang semakin meningkat. Untuk itu, KPK melalui tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) berupaya memberikan arahan strategis kepada Kemenko Bidang Pangan untuk mempercepat proses koordinasi dan sinergi antar-instansi pemerintah dalam rangka efektivitas pelaksanaan program," kata Tanak dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
KPK melalui Stranas PK 2025–2026 mendorong Kemenko Bidang Pangan untuk mengakselerasi Aksi 1, yakni pengendalian alih fungsi lahan sawah dan tumpang tindih izin di kawasan hutan. Langkah ini menargetkan tiga wilayah dengan produksi dan luas lahan sawah terbesar di Indonesia.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus Koordinator Pelaksana Stranas PK Pahala Nainggolan menambahkan bahwa percepatan penetapan peta lahan sawah dilindungi (LSD) menjadi langkah strategis dalam menjaga ketahanan pangan.
"Berdasarkan kajian KPK, luas alih fungsi lahan pangan khususnya sawah menjadi non-sawah semakin meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun, sehingga dapat mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam ketahanan pangan nasional," tutur Pahala.
Baca juga: Mentan ajak Pemuda Tani geluti pertanian demi kedaulatan pangan RI
Baca juga: Koalisi: Pengesahan RUU Masyarakat Adat dukung kedaulatan pangan
Baca juga: Pengamat: Prabowo harus mengendalikan alih fungsi lahan pertanian
Pahala menyebut bahwa hingga 2021, hanya delapan provinsi yang telah menerapkan peta LSD, sementara 12 provinsi lainnya masih dalam tahap verifikasi. Ketidakpastian tata ruang, tumpang tindih izin, serta lemahnya pengawasan menjadi faktor utama yang menghambat efektivitas pengendalian lahan pertanian.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menekankan bahwa kedaulatan pangan bukan hanya soal swasembada, tetapi juga mencakup kendali penuh atas produksi, distribusi, dan konsumsi pangan di dalam negeri.
"Ketahanan pangan tidak sekadar tentang produksi dan konsumsi, tetapi tentang kepastian yang mencakup air bagi sawah, harga hasil panen bagi petani, dan kepastian pangan bagi bangsa. Sedangkan untuk lingkungan, juga harus memperhatikan alih fungsi lahan pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan jangka panjang, yang dibarengi dengan investasi di irigasi dan inovasi dalam tata kelola pangan," ujar Zulkifli.
Ia menambahkan bahwa dengan irigasi yang baik, perlindungan bagi petani, harga yang stabil, serta benih unggul, Indonesia bisa mencapai kedaulatan pangan tanpa ketergantungan pada impor.
Selain pengendalian lahan sawah, Stranas PK juga mendorong tiga aksi utama pencegahan korupsi dalam sektor pangan:
1. Penguatan Tata Kelola Impor – Kemenko Bidang Pangan diminta memperketat regulasi impor komoditas penting agar lebih transparan dan tidak merugikan petani lokal.
2. Reformasi Tata Kelola Logistik Nasional – Penyederhanaan proses bisnis dan regulasi untuk mengurangi biaya logistik yang tinggi.
3. Kerja Sama BUMN dan BUMD – Mendorong sinergi antar perusahaan negara dalam pengelolaan limbah pertambangan dan sampah guna menciptakan ekosistem industri yang lebih berkelanjutan.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah diharapkan tidak hanya mempercepat pencapaian swasembada pangan, tetapi juga menutup celah korupsi yang berpotensi merugikan negara dan petani Indonesia.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2025