Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus memperkuat standar dan pengawasan mutu obat ikan guna memastikan keamanan, efektivitas, dan daya saing produk industri perikanan budi daya di Indonesia.
"Standardisasi mutu obat ikan penting untuk melindungi konsumen dan daya saing produk perikanan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Mutu Produksi Primer Badan Mutu KKP Siti Nurul Fahmi dalam Talkshow Bincang Bahari di Jakarta, Rabu.
Melalui Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (Badan Mutu KKP) dan juga Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya (DJPB), KKP telah menerapkan sistem sertifikasi Cara Pembuatan Obat Ikan yang Baik (CPOIB) dan Cara Distribusi Obat Ikan yang Baik (CDOIB) sebagai bagian dari strategi untuk menjaga mutu dan keberlanjutan industri perikanan budi daya.
Kedua sertifikasi itu bertujuan untuk memastikan bahwa obat ikan yang beredar di pasaran telah memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.
Dengan penerapan CPOIB dan CDOIB ini, KKP ingin memastikan seluruh rantai produksi dan distribusi obat ikan di Indonesia mengikuti standar mutu yang tinggi.
“Sertifikasi ini bukan hanya untuk kebaikan konsumen dan pembudidaya, tapi juga bisa meningkatkan daya saing produk kita di kancah internasional,”ujar Nurul.
Proses sertifikasi melibatkan beberapa tahapan, mulai dari pengajuan permohonan hingga penerbitan sertifikat. Adapun tahapannya dimulai dari pemeriksaan dokumen, inspeksi fasilitas produksi dan distribusi, serta pengujian mutu produk.
Sertifikat CPOIB dan CDOIB yang nantinya diterbitkan akan berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang setelah melalui proses evaluasi.
Baca juga: KKP pastikan penindakan terkait pagar laut di Tangerang sesuai aturan
Baca juga: KKP upayakan Pulau Kongsi jadi Desa Perikanan Cerdas
“Bukan hanya sertifikasi, Badan Mutu KKP juga melakukan pengawasan mutu obat ikan secara berkala, jadi kalau ada obat ikan yang tidak memenuhi standar, kami dapat memberikan sanksi,” terang Nurul.
Di tempat yang sama, Direktur Ikan Air Tawar Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya KKP Ujang Komarudin Asdani menjelaskan bahwa regulasi terkait obat ikan telah diperkuat melalui berbagai kebijakan, seperti Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2024.
Selain itu juga Keputusan Dirjen Budi Daya Nomor 442 dan 443 Tahun 2024, yang menetapkan pedoman pengujian mutu dan pengujian lapangan sebelum suatu produk mendapatkan sertifikasi.
“Dengan berkembangnya industri perikanan budidaya, penggunaan obat ikan harus dilakukan secara bertanggung jawab, sesuai dengan regulasi yang ada,” kata Ujang.
Penggunaan obat ikan yang tidak sesuai standar dapat menyebabkan resistensi antimikroba, pencemaran lingkungan, serta gangguan kesehatan pada ikan dan manusia yang mengonsumsinya. Oleh karena itu, pemantauan peredaran dan penggunaan antimikroba menjadi aspek yang sangat ditekankan oleh KKP.
“Penggunaan obat ikan yang tidak terkontrol dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ikan dan lingkungan,” katanya.
Dengan semakin ketatnya standar pengawasan dan sertifikasi terkait obat ikan ini, diharapkan industri perikanan budi daya di Indonesia dapat tumbuh lebih sehat dan bisa berdaya saing.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan pentingnya kualitas hasil produk perikanan agar bisa bersaing di pasar global.
Kualitas ini dapat dibuktikan dengan sertifikasi, serta pengawasan produksi yang ketat dari hulu sampai hilir.
Baca juga: KKP catat 829 merek obat ikan terdaftar didominasi jenis premiks
Baca juga: KKP tingkatkan pengawasan alat tangkap ikan demi kesejahteraan nelayan
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025