Kontribusi zakat dan pajak sebagai solusi permasalahan ekonomi

1 week ago 6

Jakarta (ANTARA) - Aspek ekonomi merupakan salah satu aspek fundamental dalam kehidupan bernegara dan masyarakat. Dalam menjalankan ekonomi, negara dan masyarakat sering kali menghadapi berbagai permasalahan, seperti kemiskinan, ketidakmerataan pendapatan, dan kurangnya akses terhadap layanan dasar.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah melalui sistem perpajakan dan pengelolaan zakat. Kedua instrumen ini tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan negara dan ikatan sosial, tetapi juga sebagai alat untuk menciptakan keadilan sosial.

Sebagai instrumen penting dalam kebijakan ekonomi dan sosial di Indonesia, zakat dan pajak memiliki peran yang saling melengkapi dalam menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Oleh karena itu, kebijakan pemerintah terhadap zakat dan pajak seharusnya juga mencerminkan komitmen untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Zakat adalah kewajiban yang diberikan oleh agama Islam untuk membersihkan harta dan membantu kaum yang membutuhkan. Pemerintah Indonesia telah mengatur pengelolaan zakat melalui beberapa peraturan yang menyatakan bahwa zakat adalah instrumen penting dalam membantu masyarakat yang kurang mampu.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat secara umum mengatur tentang pengumpulan dan penyaluran Zakat melalui Lembaga amil zakat yang berperan dalam mengumpulkan dan mendistribusikan zakat kepada penerima yang berhak (mustahik), serta bagaimana Pemerintah mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan zakat, melalui kampanye dan program edukasi dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.

Sedangkan pajak adalah iuran dari individu atau badan yang dipungut oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak memiliki dasar hukum yang kuat dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Adapun kerangka ketentuan perundangan-undangan yang berlaku mengenai pengenaan perpajakan di Indonesia antara lain meliputi: Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (UU No. 36 Tahun 2008), Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU No. 42 Tahun 2009), serta dalam berbagai Kebijakan perpajakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan.

Meskipun zakat dan pajak sama-sama dimaksudkan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat, keduanya memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda. Pembayaran zakat dikenakan atas kekayaan pribadi, dikelola secara sosial, dan bernilai religius. Sedangkan pajak dikenakan secara adil atas penghasilan dan konsumsi, dengan tujuan untuk pengembangan negara.

Mengatasi permasalahan ekonomi

Zakat berperan dalam pengentasan kemiskinan, pemerataan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan zakat yang baik dapat membantu mengurangi ketimpangan pendapatan, meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan, dan memperkuat solidaritas sosial.

Selama dua tahun terakhir, pengumpulan Zakat, Infak, Sedekah, dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya (ZIS-DSKL) di Indonesia mengalami peningkatan signifikan. Hingga kuartal kedua tahun 2024, total pengumpulan ZIS-DSKL mencapai Rp26,13 triliun, meningkat 68,2 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Dana zakat yang terkumpul telah disalurkan kepada 75,54 juta jiwa penerima manfaat di seluruh Indonesia. Penyaluran zakat difokuskan pada delapan asnaf penerima, yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, budak, orang yang berhutang, fisabilillah, dan ibnu sabil. Selain itu, dana zakat juga digunakan untuk program-program pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial lainnya yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) juga melaporkan bahwa pada tahun 2023, zakat telah disalurkan kepada 33,9 juta mustahik, dengan 463.154 di antaranya berhasil keluar dari garis kemiskinan dan 194.543 jiwa termasuk dalam kategori miskin ekstrem.

Kinerja pengelolaan zakat diukur dengan Indeks Zakat Nasional, yang menunjukkan angka 0,60 (cukup baik), dengan dimensi makro sebesar 0,68 (baik) dan dimensi mikro sebesar 0,57 (cukup baik). Peningkatan pengumpulan dan penyaluran zakat ini menunjukkan bahwa zakat berperan penting dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan sosial di Indonesia.

Sedangkan terkait dengan sektor perpajakan, selama ini merupakan bagian dari penerimaan negara berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan yang dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Pajak juga berfungsi sebagai stabilisator ekonomi. Berdasarkan data selama tahun 2022 dan 2023, penerimaan pajak di Indonesia mengalami tren positif. Pada tahun 2023, total penerimaan pajak mencapai Rp1.869,23 triliun, meningkat 8,9 persen dibandingkan tahun 2022 yang sebesar Rp1.716,77 triliun. Peningkatan ini terutama didorong oleh pajak penghasilan (PPh) non-migas dan pajak pertambahan nilai (PPN).

Pada tahun 2024, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.932,4 triliun, yang setara dengan 100,5 persen dari target dan tumbuh 3,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Penerimaan pajak memiliki peran krusial dalam pembiayaan negara. Dimana dana yang terkumpul digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah, termasuk belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, serta pembiayaan rutin dan pembangunan. Selain itu, pajak juga dialokasikan untuk Dana Alokasi Umum (DAU), yang minimal sebesar 25 persen dari penerimaan dalam negeri, guna mendukung keuangan daerah.

Dengan demikian, penerimaan pajak tidak hanya mendukung operasional pemerintah pusat tetapi juga berperan penting dalam pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Studi kasus di negara-negara Islam

Studi kasus pengelolaan perpajakan pada negara-negara Islam, khususnya di Timur Tengah, dapat memberikan wawasan tentang bagaimana sistem perpajakan diterapkan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip ekonomi Islam dan cara-cara negara-negara ini mengelola sumber daya untuk memenuhi kebutuhan fiskal mereka.

Beberapa contoh pengelolaan perpajakan di negara-negara Islam di dunia adalah Arab Saudi. Negara ini menerapkan sistem perpajakan yang relatif sederhana, dengan tidak adanya pajak penghasilan pribadi, yang sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang menekankan pada keadilan sosial dan penghindaran pemungutan pajak yang memberatkan rakyat.

Arab Saudi mulai mengembangkan sumber pendapatan non-migas melalui pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diperkenalkan pada 2018 dengan tarif 5 persen yang kemudian dinaikkan menjadi 15 persen pada 2020. Pendapatan dari pajak digunakan untuk membiayai berbagai program sosial, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

Arab Saudi juga berusaha mendiversifikasi ekonominya dengan mengurangi ketergantungan pada pendapatan minyak melalui program Visi 2030. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Arab Saudi juga mengambil zakat sebagai bagian dari sistem perpajakan yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dan mendukung kelompok-kelompok yang membutuhkan.

Uni Emirat Arab (UAE) juga dikenal dengan kebijakan pajaknya yang ringan. Negara ini tidak mengenakan pajak penghasilan pribadi, namun mereka memiliki pajak korporasi, pajak pertambahan nilai (PPN), dan berbagai pajak lainnya, termasuk pajak perusahaan yang terkait dengan sektor energi dan korporasi besar.

Sedangkan dalam hal pengenaan zakat, meskipun zakat di UAE bukan menjadi kewajiban langsung yang dipungut oleh negara, namun masyarakat Muslim di UAE diharapkan untuk membayar zakat secara sukarela, dan banyak lembaga amal yang membantu mendistribusikan zakat tersebut.

Pendapatan pajak lebih diarahkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, sektor pariwisata, serta program kesejahteraan sosial yang memastikan keseimbangan sosial dan ekonomi.

Kolaborasi antara zakat dan pajak dapat menjadi solusi yang efektif untuk mengatasi berbagai permasalahan sosial dan ekonomi. Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat, memperbaiki sistem pengelolaan zakat dan pajak, serta memastikan transparansi dan akuntabilitas adalah langkah yang perlu diambil untuk memaksimalkan kontribusi keduanya. Negara-negara Islam memiliki pendekatan yang bervariasi dalam pengelolaan perpajakan, tetapi prinsip dasar dalam ekonomi Islam, seperti keadilan sosial, redistribusi kekayaan, dan pemberdayaan masyarakat yang kurang mampu, tetap menjadi elemen utama.

Di sebagian besar negara-negara ini, pajak digunakan untuk membiayai berbagai sektor publik seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur, sementara zakat berfungsi untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sosial.

Sinergi antara pajak negara dan zakat merupakan cara penting bagi negara-negara Islam untuk menciptakan kesejahteraan sosial yang lebih merata.

*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi

Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |