Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga menyambut positif pengesahan Undang-Undang APBN 2026 yang ditetapkan dengan belanja negara sebesar Rp3.842,73 triliun, pendapatan negara Rp3.153,58 triliun, dan defisit sebesar 2,68 persen terhadap PDB.
Ia menekankan bahwa APBN yang baru saja disahkan ini menunjukkan peningkatan penting dalam hal efisiensi, pemerataan pembangunan, dan keberlanjutan fiskal.
Menurutnya, APBN saat ini didesain lebih efisien karena terjadi pemangkasan besar-besaran pada pos-pos perjalanan dinas di kementerian dan lembaga. Menurutnya, beberapa jabatan seperti pejabat eselon tinggi dan sektor administrasi lainnya sebelumnya memiliki alokasi biaya perjalanan dinas luar daerah dan luar negeri yang cukup besar.
"Pemangkasan ini mencakup pengurangan frekuensi perjalanan dinas protokoler, inspeksi, pengawasan, dan studi banding luar negeri, yang dianggap tidak esensial atau dapat digantikan dengan media komunikasi digital dan koordinasi virtual," ujar Lamhot dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan dana yang tadinya digunakan untuk biaya transportasi, akomodasi, dan fasilitas protokoler dapat dialihkan ke program-program produktif yang langsung menyentuh masyarakat.
Menurutnya, alokasi APBN sudah mencerminkan orientasi yang lebih kuat terhadap pemerataan. Contohnya: Penambahan transfer ke daerah (TKD) dari yang sebelumnya diusulkan sekitar Rp 650 triliun menjadi Rp693 triliun, sebagai bagian dari belanja negara total yang disepakati sebesar Rp3.842,73 triliun.
Selanjutnya program-program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan alokasi Rp 335 triliun, pendidikan Rp769,1 triliun, ketahanan pangan Rp164,7 triliun, dan ketahanan energi Rp402,4 triliun.
"Dari sini saja nampak bahwa sasaran makro ekonominya juga realistis dan jelas, antara lain pertumbuhan ekonomi dipatok pada kisaran 5,2-5,8%, inflasi 1,5-3,5 persen, dan kurs rupiah stabil sekitar Rp 16.500-16.900 per dolar AS," ujarnya.
Terkait pemangkasan anggaran untuk kementerian/lembaga (K/L), terutama pada pos-non-produktif seperti perjalanan dinas dan fasilitas protokoler, dianggap Lamhot sebagai langkah strategis untuk membuat APBN lebih “sehat” dan tepat sasaran.
"Saya pikir, pengurangan tersebut memungkinkan konsentrasi anggaran kepada belanja publik yang langsung berdampak ke masyarakat: sektor pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, serta pembangunan infrastruktur di daerah-daerah tertinggal," tuturnya.
Menurutnya pemangkasan inefisiensi memberikan ruang fiskal yang lebih besar bagi program-program prioritas nasional tanpa harus meningkatkan defisit secara drastis di luar batas aman.
Namun, meskipun APBN 2026 sudah lebih efisien dan proporsional dalam belanja, Lamhot memperingatkan bahwa target defisit sebesar 2,68 persen mendesak pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara agar APBN tetap seimbang dan tidak membebani ke depan.
"Terutama peningkatan penerimaan pajak harus menjadi fokus, baik dari penerapan kebijakan pemajakan yang adil, penguatan administrasi pajak, dan pengurangan kebocoran," kata Lamhot.
Selain itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga perlu dioptimalkan, terutama dari sektor energi, migas, sumber daya alam, dan regulasi yang memudahkan investasi yang menghasilkan PNBP.
"Tujuannya bukan hanya menutupi defisit, tapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi sesuai visi Presiden Prabowo Subianto, yakni pertumbuhan inklusif, kedaulatan pangan dan energi, serta keadilan sosial," tuturnya.
Baca juga: Komisi VII DPR minta kebijakan cukai rokok tak rugikan pekerja
Baca juga: Komis VII minta Kemenperin usut dugaan mafia kuota impor tekstil
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.