Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago menilai pentingnya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengkaji ulang anggaran untuk alat kontrasepsi dan pendataan keluarga lima tahunan.
Dalam Rapat Kerja Komisi IX yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Kamis, Irma menyampaikan penyediaan alat kontrasepsi menjadi salah satu program strategis untuk meraih bonus demografi.
"Pembangunan keluarga merupakan salah satu tugas pokok BKKBN yang perlu diperkuat. Dari sekitar 7,91 juta kehamilan per tahun, terdapat 2,8 juta atau 38 persen yang tidak diinginkan. Akibat kehamilan yang tidak diinginkan itu banyak terjadi tindak pidana perdagangan orang (TPPO), bahkan anak-anak diperjualbelikan oleh oknum yang tidak jelas," kata Irma.
Ia menyebutkan, dari jumlah itu, sekitar 1,8 juta berakhir dengan aborsi, dan sebagian besar dilakukan tidak aman, yang jelas membahayakan bagi kesehatan ibu dan bayi.
Oleh karena itu, Irma mendorong BKKBN, Kementerian Kesehatan, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memperkuat koordinasi karena tanpa sinergi, strategi promotif dan preventif tidak akan berjalan, sementara beban kuratif semakin tinggi.
“Program-program strategis pembangunan keluarga berencana ini akan bermasalah ketika kita masuk bonus demografi. Kalau sekarang saja belum ada solusi, dengan lapangan kerja sempit dan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar, ditambah rakyat miskin tidak punya akses kontrasepsi, ini bisa jadi bencana,” tuturnya.
DPR RI juga mendesak agar pemerintah menambah anggaran BKKBN demi mendukung program yang lebih efektif. Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas perlu segera memberi perhatian serius terhadap kebutuhan tersebut.
Baca juga: Deputi Dalduk ungkap sejumlah tantangan kependudukan dan KB
Sementara itu, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menyampaikan, pagu tahun anggaran 2026 di Kemendukbangga/BKKBN mengalami penurunan sebesar Rp518 miliar dibandingkan dengan tahun anggaran 2025.
"Berdasarkan pagu anggaran yang tersedia, Kemendukbangga/BKKBN tidak dapat mengalokasikan anggaran untuk kegiatan penyediaan alat dan obat kontrasepsi serta pendataan keluarga lima tahunan yang kebetulan untuk tahun 2026 itu waktu khusus untuk pendataan keluarga lima tahunan," kata Wihaji.
Pengurangan tersebut, lanjut dia, dapat menyebabkan upaya pencapaian target tahun 2026 tidak optimal dan momentum bonus demografi tidak dapat terkapitalisasi.
Baca juga: Pemprov-BKKBN Sulut sasar 15 titik bantu keluarga berisiko stunting
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.