Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menerima audiensi Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Ridho Al Hamdi bersama tim yang datang untuk menyampaikan usulan reformasi sistem pemilu bertajuk Jalan Tengah Sistem Pemilu Legislatif di Indonesia: Tawaran Gagasan Wasathiyah.
Zulfikar menyatakan apresiasinya terhadap gagasan yang dibawa Muhammadiyah dan akan segera mempelajari secara detail usulan tersebut.
“Usulan ini menarik. Ini akan dikaji terlebih dahulu. Nanti kita perdalam lagi,” kata Zulfikar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan DPR saat ini memang tengah membuka ruang untuk mencari formula terbaik bagi sistem pemilu di Indonesia
“Kita jadikan bahan untuk kajian. Kita memang sedang mencari alternatif sistem pemilu yang lebih baik untuk Indonesia. Ini menambah bahan kajian kita,” tambahnya.
Dalam paparannya, Ketua LHKP PP Muhammadiyah Ridho Al Hamdi menegaskan pentingnya mencari terobosan baru di tengah perdebatan panjang antara sistem proporsional terbuka (OLPR) dan proporsional tertutup (CLPR).
“Keduanya punya kelebihan sekaligus kelemahan. Kita perlu jalan tengah agar demokrasi tidak terus tersandera oleh tarik menarik ekstrem ini,” kata Ridho.
Sejak 1955 hingga 2004 Indonesia menggunakan sistem proporsional tertutup, sebelum kemudian beralih ke proporsional terbuka sejak 2009 hingga Pemilu 2024.
Menurut analisis Muhammadiyah, sistem terbuka memang lebih baik dibandingkan tertutup, tetapi tidak lepas dari kelemahan mendasar.
Baca juga: Komisi II: Putusan MK dorong susun RUU Pemilu sesuai RPJPN 2025-2045
Baca juga: Komisi II: Putusan MK momen desain ulang model pemilu dan pilkada
Baca juga: Komisi II tidak siapkan revisi UU Pemilu, tetapi fokus pada RUU ASN
“Politik uang, lemahnya kelembagaan partai, hingga intervensi elite tidak bisa semata-mata dijelaskan oleh sistem pemilu,” tegas Ridho.
Karena itu, Muhammadiyah mengusulkan Moderate List Proportional Representation (MLPR) atau sistem proporsional daftar moderat sebagai jalan tengah.
Sistem ini mengakomodasi kekuatan partai sekaligus kandidat, dengan pemilih diberi opsi memilih partai, caleg, atau keduanya. Ambang batas parlemen pun diusulkan berada pada kisaran 2,5–3 persen, lebih rendah dari 4 persen saat ini, agar suara rakyat tidak banyak terbuang.
“Ambang 4 persen terlalu tinggi. Pada Pemilu 2019, lebih dari 21 juta suara rakyat hangus. Sistem jalan tengah ini bisa meminimalisir wasted vote,” jelasnya.
Ridho menekankan, sistem MLPR juga dapat menjadi ruang evaluasi bagi partai politik dalam memetakan kekuatan basis dukungan mereka, apakah berbasis identitas partai atau personal kandidat.
Selain itu, simulasi menunjukkan sistem ini lebih adil dalam mendistribusikan kursi DPR dibandingkan CLPR. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa reformasi sistem pemilu harus berjalan beriringan dengan penguatan regulasi dan perbaikan tata kelola penyelenggaraan pemilu.
“Kalau regulasi lemah, rekrutmen penyelenggara bermasalah, dan budaya politik uang dianggap biasa, maka sistem apapun tidak akan efektif. Karena itu, sistem jalan tengah ini harus berjalan seiring dengan reformasi regulasi dan tata kelola pemilu,” ujarnya.
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.