KLH: Kampanye gaya hidup jadi kunci pengendalian polusi plastik

1 day ago 4

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menekankan bahwa kampanye perubahan gaya hidup masyarakat merupakan elemen kunci dalam upaya pengendalian polusi plastik, selain regulasi dan teknologi pengolahan sampah.

Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular KLH, Agus Rusli mengatakan bahwa sebagian besar konsumsi plastik di masyarakat bersumber dari kebiasaan sehari-hari yang tidak disadari, seperti penggunaan kantong plastik sekali pakai saat berbelanja di pasar hingga pemakaian produk rumah tangga yang menghasilkan mikroplastik.

“Kita sudah tidak lagi pakai koran untuk bungkus cabai atau belanjaan. Semua pakai plastik kresek. Ibu-ibu ke pasar pun rata-rata tidak membawa tas belanja seperti orang tua kita dulu,” kata Agus dalam diskusi daring Forum Denpasar12 bertajuk “Membedah Masalah Polusi Plastik di Indonesia” di Jakarta, Rabu.

Ia menilai, kebiasaan masyarakat yang bergeser ke arah kemudahan dan kepraktisan telah mempercepat akumulasi sampah plastik di lingkungan. Untuk itu, edukasi publik dan kampanye gaya hidup ramah lingkungan perlu diperkuat agar masyarakat ikut berkontribusi secara aktif dalam pengurangan plastik dari sumbernya.

Agus menyebutkan, KLH terus mendorong pembatasan penggunaan plastik sekali pakai melalui regulasi dan penyusunan peta jalan pengurangan sampah oleh produsen. Namun, ia menegaskan bahwa regulasi saja tidak cukup tanpa dukungan perubahan pola konsumsi masyarakat.

Baca juga: KLH: Sampah plastik bocor ke laut sebabkan polusi lintas batas
Baca juga: KLH serukan pelaksanaan Idul Adha 2025 tanpa sampah plastik

“Plastik sebenarnya sangat bermanfaat jika digunakan secara bijak dan berkelanjutan. Yang menjadi masalah adalah pola pakai-buang tanpa tanggung jawab. Itu yang harus kita ubah bersama,” ujarnya.

Ia juga menyoroti rendahnya kesadaran masyarakat akan mikroplastik, yang sebagian besar berasal dari aktivitas rumah tangga seperti mencuci pakaian sintetis dan memakai sabun pembersih wajah berbahan microbeads. Mikroplastik ini, masuk ke saluran air, mencemari laut, dan bisa kembali masuk ke tubuh manusia melalui konsumsi ikan.

Oleh karena itu, Agus menekankan pentingnya pendekatan kultural dalam penanganan plastik. “Kita perlu membangun kembali budaya membawa tas belanja, memakai wadah isi ulang, dan menghindari produk dengan kemasan berlebih. Perubahan gaya hidup ini jauh lebih berdampak jangka panjang,” katanya.

KLH mencatat bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 12 juta ton sampah plastik setiap tahun, dan baru sekitar 14 persen di antaranya yang berhasil didaur ulang, sisanya masih tertumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) atau mencemari lingkungan.

Maka menurut Agus, kontribusi rumah tangga dalam mengurangi konsumsi plastik menjadi sangat krusial dalam mencapai target nasional pengurangan sampah.

Baca juga: KLH tegaskan komitmen RI kendalikan polusi plastik tingkat global
Baca juga: KLH: Sampah plastik di laut berdampak pada ekonomi

Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |