Kemitraan Hijau China-UE untuk tujuan iklim bersama raih momentum

1 month ago 15

Beijing (ANTARA) - Di tengah tantangan lingkungan global yang terus meningkat, China dan Uni Eropa (UE) terus meningkatkan kerja sama dalam bidang pembangunan berkelanjutan dan transisi hijau, sekalugus menegaskan komitmen bersama mereka terhadap pertumbuhan berkelanjutan dan aksi iklim.

Dengan kedua belah pihak bertujuan untuk mencapai tujuan netralitas karbon yang ambisius, yakni 2060 untuk China, dan 2050 untuk UE, kemitraan mereka yang semakin dalam secara luas dipandang sebagai kekuatan yang kuat dalam memajukan upaya dekarbonisasi global.

Inisiatif hijau gabungan China-UE kini mencakup energi bersih, teknologi hijau, dan infrastruktur berkelanjutan, sekaligus membuka ruang yang luas untuk kolaborasi industri dan inovasi kebijakan.

Para analis mengatakan bahwa sinergi yang lebih erat antara dua perekonomian terpenting ini dapat secara signifikan mempercepat transisi hijau global sekaligus menyuntikkan kepastian dan momentum yang sangat dibutuhkan ke dalam tata kelola iklim internasional.

Keterlibatan yang lebih erat

Perusahaan-perusahaan China dan Eropa terus meningkatkan investasi di seluruh rantai nilai hijau, yang mencakup segala aspek, mulai dari proyek-proyek energi hulu hingga logistik hilir dan transportasi bersih.

Sebagai contoh, produsen baterai asal China CALB menginvestasikan 2 miliar euro (1 euro = Rp19.138) untuk pabrik baterai lithium di Portugal. Sementara CATL, penyedia solusi energi ramah lingkungan terkemuka asal China, juga telah meluncurkan proyek-proyek gigafactory di Jerman, Hongaria, dan Spanyol untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di kawasan tersebut.

Di Kroasia, sebuah konsorsium China sedang membangun pembangkit listrik tenaga surya Korlat, yang diperkirakan akan menjadi fasilitas fotovoltaik terbesar di negara itu dan mengurangi emisi karbon sebesar 150.000 ton per tahun.

Sementara itu, perusahaan-perusahaan Eropa memperluas jejak ramah lingkungan mereka di seluruh China, didukung oleh pasar energi bersih yang luas dan kebijakan yang mendukung. Pada awal tahun ini, raksasa industri Jerman Siemens membuka pusat ekosistem industri pertamanya di China barat, sementara perusahaan energi Denmark Danfoss meluncurkan pabrik netral karbon pertamanya di Nanjing.

Pada 2024, operasi Danfoss di China mencatat pertumbuhan yang kuat di berbagai bidang seperti pusat data dan penyimpanan energi.

Dalam laporan kerja pemerintah tahun ini, China berjanji akan memprioritaskan industri, pembangunan perkotaan, energi, dan transportasi sebagai bagian dari upaya transisi hijau.

"Hal ini sangat selaras dengan bisnis inti Danfoss dan mencerminkan visi bersama kami untuk masa depan yang lebih hijau dan lebih hemat energi," ujar Presiden sekaligus CEO Danfoss Kim Fausing.

Sejalan dengan meningkatnya hubungan bisnis, koordinasi kebijakan antara China dan UE juga semakin mendalam. Sejauh ini, kedua belah pihak telah membentuk lima mekanisme dialog tingkat tinggi dan lebih dari 70 pertukaran sektoral di bawah kerangka kerja pertemuan para pemimpin, yang mencakup berbagai bidang mulai dari standar teknologi hijau hingga kerja sama industri.

Salah satu program andalan adalah Peta Jalan Ekonomi Sirkular UE-China yang diluncurkan pada 2024, dengan fokus pada kerja sama dalam bidang plastik, baterai, dan manufaktur ulang, menurut Masyarakat Jerman untuk Kerja Sama Internasional (German Society for International Cooperation/GIZ).

"Kita perlu meningkatkan kerja sama dengan China untuk mengatasi berbagai tantangan global seperti perubahan iklim dan lingkungan," ujar Jessika Roswall, Komisioner UE untuk Lingkungan, Ketahanan Air, dan Ekonomi Sirkular yang Kompetitif.

"Di depan kita ada peluang besar untuk membuktikan bahwa multilateralisme mampu memberikan hasil nyata," ujarnya.

Sinergi yang lebih dalam

Uni Eropa telah lama memimpin inovasi hijau, khususnya dalam energi bayu, tenaga surya, kebijakan lingkungan, dan pembiayaan hijau. Di sisi lain, China telah muncul sebagai pusat kekuatan manufaktur dan inovasi global yang mampu meningkatkan solusi hijau dengan cepat. Para pakar mengatakan bahwa upaya saling melengkapi ini menciptakan fondasi yang kuat dalam mempercepat transisi hijau global.

"Kekuatan yang saling melengkapi antara China dan UE dalam industri hijau memberikan dasar yang kuat untuk memperluas kerja sama," ujar Direktur Pusat Studi Eropa di Renmin University of China Wang Yiwei kepada Xinhua.

Dia menekankan bahwa ada "banyak ruang" untuk kolaborasi di bidang-bidang utama seperti energi bersih dan transportasi, yang merupakan salah satu sumber emisi gas rumah kaca terbesar di seluruh dunia.

China memegang posisi dominan dalam manufaktur teknologi terbarukan seperti panel surya dan turbin angin, dan memimpin dalam inovasi baterai EV. Sementara itu, UE memiliki keunggulan dalam bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan, mekanisme penetapan harga karbon, dan keahlian regulasi.

"UE, yang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan secara signifikan sebagai bagian dari target netralitas karbonnya, akan mendapatkan keuntungan dari kolaborasi yang lebih erat dengan China," ujar Anggota Komite Eksekutif Kamar Dagang UE di China Gianni di Giovanni.

"Dengan memperdalam kerja sama ini, kedua kawasan dapat lebih lanjut menurunkan biaya, meningkatkan efisiensi, dan menjadikan energi terbarukan sebagai landasan sistem energi mereka," ujarnya, seraya menekankan kekuatan unik UE dalam menyumbangkan keahlian keuangan dan dukungan regulasi bagi perusahaan-perusahaan ramah lingkungan China yang mendunia.

UE juga mengoperasikan salah satu pasar karbon paling maju di dunia melalui Sistem Perdagangan Emisi. Penyelarasan yang lebih besar antara pasar karbon UE dan China dapat "mengkatalisasi investasi dalam teknologi rendah karbon dan menyamakan kedudukan bagi industri di kedua negara," kata Di Giovanni.

Di tengah meningkatnya risiko dari ketegangan perdagangan dan ketidakpastian geopolitik, para pakar mendesak dialog kebijakan China-UE yang lebih kuat dan upaya untuk membangun rasa saling percaya.

Guna membuka potensi penuh dari kolaborasi China-UE, Di Giovanni mengimbau kedua belah pihak untuk memanfaatkan platform dialog perdagangan dan ekonomi yang sudah ada dengan lebih baik.

"Mekanisme ini sangat penting untuk mengatasi hambatan perdagangan dan mengurangi risiko geopolitik," ujarnya.

Menurut para pengamat, kerja sama hijau China-UE memiliki "signifikansi global yang lebih luas," terutama ketika para pemain besar lainnya menghadapi perpecahan atau mundur dari komitmen iklim multilateral.

Kemitraan hijau China-UE juga berfungsi sebagai model bagi negara-negara Global South, mengingat pola industrialisasi tradisional sering kali menimbulkan dampak lingkungan dan biaya ekonomi yang signifikan, kata Wang.

Pewarta: Xinhua
Editor: Indra Arief Pribadi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |