Tangerang, Banten (ANTARA) - Kementerian Pertanian mengembangkan alat pertanian modern berbasis baterai dan robotik yang dapat dikendalikan secara otonom untuk mendukung transformasi pertanian nasional secara efektif dan efisien.
Dalam uji coba di lapangan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjelaskan teknologi baru seperti combine harvester dan rice transplanter buatan dalam negeri telah menunjukkan hasil positif dan siap dikembangkan lebih lanjut.
"Ini tadi uji coba. Ini kan combine harvester kita bisa buat. Rice transplanter kita buat. Yang kami inginkan adalah nanti menggunakan baterai, kemudian robotik. Jadi nanti otonomus," kata Mentan di sela-sela mengunjungi Balai Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Mektan Serpong di Tengerang, Banten, Senin.
Ia menuturkan, teknologi yang dikembangkan BRMP Mektan itu akan menjadi bagian dari revolusi pertanian cerdas yang memungkinkan generasi muda seperti milenial dan Gen Z mengelola lahan serta panen hanya melalui kendali jarak jauh.
Konsep pertanian otonom ini, kata Amran, memungkinkan petani untuk mengoperasikan alat pertanian hanya dengan tombol dari lokasi berbeda, menjadikan sektor pertanian lebih menarik dan efisien.
Baca juga: Mentan: Rp10 triliun dianggarkan dorong pertanian modern berbasis AI
"Milenial dengan generasi Z bisa mengolah lahan tanam, panen itu dari bawah pohon. Nah itu mimpi. Pusatnya di sini. Pake remot kontrolnya. Dari bawah pohon. Jadi Anda wartawan mau bertani, tombol aja dari Jakarta. Bertani di Bekasi tinggal distir," beber Amran.
Kementan juga menargetkan alat panen dan tanam tersebut dapat digunakan di lahan rawa dengan kemampuan terapung, sehingga cocok untuk kondisi geografis beragam di Indonesia, termasuk wilayah pertanian sulit dijangkau.
Menurut dia, penggunaan baterai akan menekan biaya operasional hingga 60 persen dibandingkan mesin diesel konvensional, sekaligus menjadi langkah menuju pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjawab pertanyaan awak media seusai menyaksikan pengumuman proyeksi produksi beras nasional secara virtual yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) di Balai Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Mektan Serpong, Tengerang, Banten, Senin (3/11/2025). ANTARA/HariantoSelain itu, pengembangan combine harvester atau alat mesin panen yang dilakukan jajarannya dapat menghemat biaya pengadaan. Di mana harga alat mesin pertanian itu mencapai sekitar Rp600 juta per unit, namun di tangan BRMP Mektan bisa mengembangkan dengan biaya sekitar Rp300 juta per unit.
"Kemarin kan harganya yang tadi kita hitung-hitung per unit itu Rp300 juta. Kayak yang dulu itu Rp600 juta, ini separuh. Terus kemudian rice transplanter itu mungkin Rp10 jutaan dari harga (pasaran) Rp60 jutaan," bebernya.
Baca juga: Mentan: Kolaborasi perkuat stok beras tertinggi sepanjang sejarah
Mentan menegaskan inovasi itu menjadi bagian dari visi besar pertanian modern Indonesia, di mana efisiensi, kreativitas, dan kemandirian teknologi menjadi fondasi utama dalam menjaga kedaulatan pangan nasional.
Kendati demikian, Amran tidak menyebutkan berapa target produksi dari alat mesin pertanian tersebut karena saat ini masih dalam tahap uji coba.
"Combine harvester dan rice transplanter saat ini masih tahap uji coba. Tapi sudah bisa jalan. Masih pakai solar, diesel ke depan pakai baterai. Karena pakai baterai jauh lebih murah, bisa hemat sampai 60 persen (biaya)," kata lagi.
Hanya saja, dia optimistis teknologi itu akan segera terealisasi secara luas, menandai era baru pertanian yang lebih cerdas, hemat energi, dan diminati generasi muda.
"Memang begitu kalau pemimpin. Kalau sudah capai target, naik lagi. Jadi gantungkan cita-citamu sejengkal di atas kepala. Begitu raih, naik lagi. Bung Karno juga benar. Gantungkan Cita-Citamu Setinggi Langit," kata Mentan.
Baca juga: Mentan: beras sumbang deflasi 23 provinsi berkat sinergi lintas sektor
Baca juga: Kepala Bapanas kirim tim tekan harga beras di atas HET di 51 daerah
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Riza Mulyadi
								Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































