Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri menelusuri aliran dana kasus surat perintah kerja (SPK) fiktif yang dibuat oleh mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) berinisial LHS.
"Kami mengharapkan penyidik Kortas Tipikor melacak aliran dana dalam kasus SPK fiktif ini terutama terkait dengan pasal penyuapan dan pasal TPPU (tindak pidana pencucian uang), meliputi dana yang berhasil ditampung oleh LHS dan kemudian digunakan untuk membayar vendor yang mendapatkan SPK fiktif sebelumnya, juga sumber dana beberapa vendor," kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Jumat.
Dikatakan dia, berdasarkan bukti dokumen yang dilaporkan, diduga ada penampungan dana dari beberapa vendor ke rekening LHS dan rekannya. Dari rekening LHS tersebut, sebagian besar mengalir ke beberapa vendor yang telah mendapatkan SPK fiktif sebelumnya atau seperti skema ponzi.
Sebagian lagi digunakan oleh LHS dan rekannya untuk kepentingan pribadi, serta ada beberapa transaksi yang diduga mengalir ke artis atau selebgram berinisial M mencapai lebih dari Rp400 juta.
Febri mengatakan penyidik Kortas Tipikor diharapkan juga melacak sumber dana yang diberikan vendor kepada rekan LHS. Dalam kasus SPK Fiktif diduga sumber dana vendor berasal dari beberapa investor. Investor tersebut diduga berasal dari perorangan, lembaga keuangan dan juga pejabat negara.
Febri mengatakan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita juga memandang bahwa kejadian ini menjadi jalan untuk melakukan "bersih-bersih" di internal Kemenperin dalam pelaksanaan anggaran.
"Menperin memastikan para pelaksana anggaran, termasuk PPK, bekerja sesuai dengan standar operasional dan prosedur (SOP) yang berlaku," katanya.
Adapun bukti-bukti yang disampaikan Kemenperin kepada Kortas Tipikor antara lain berupa DIPA Direktorat Industri Industri Kimia Hilir dan Farmasi TA 2023, SK penunjukan dan pengangkatan LHS sebagai Pejabat Pengelola DIPA TA 2023, SK penjatuhan hukuman disiplin berat LHS sebagai PNS, SPK-SPK fiktif, tagihan pembayaran, dan rekapitulasi uang keluar dan masuk.
SPK yang dibuat oleh LHS adalah SPK fiktif dengan beberapa penjelasan.
Pertama, surat perintah kerja yang ditandatangani oleh terduga pelaku (LHS) dengan penyedia (investor) tidak terdaftar dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) Kementerian Perindustrian. SPK tersebut diterbitkan oleh PPK tanpa melalui SOP yang ditetapkan. Contoh dugaannya, tidak melaporkan calon pemenang kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT).
Kedua, total pagu anggaran yang dicatut oleh terduga pelaku dalam setiap SPK-nya yakni mata anggaran kegiatan 019.EC.6058.QDI.001.051.A.522191 hanyalah senilai Rp590.000.000, sehingga tidak mungkin menjadi dasar pembiayaan atas paket pekerjaan yang nilainya di atas itu.
Ketiga, kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak ketiga (rekanan terduga pelaku) berdasarkan SPK fiktif tidak melibatkan satu pun pegawai Kementerian Perindustrian. Seluruh pekerjaan hanya direncanakan, dihadiri maupun diikuti oleh pihak-pihak yang tidak terkait dengan Kementerian Perindustrian maupun program kegiatan Kementerian Perindustrian.
Keempat, pencairan anggaran maupun transfer pertanggungjawaban ke rekening Penyedia (investor), tidak melalui kas negara maupun Kantor Pelayanan Perbendaharaan Kas Negara (KPPN), melainkan melalui rekening pribadi.
Padahal, jika pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang dibiayai oleh APBN, maka akan dilakukan pembayaran melalui transfer langsung ke rekening penyedia dari kas negara.
Febri menjelaskan para vendor tersebut diduga memberikan sejumlah uang kepada LHS dengan tujuan untuk mendapatkan tender pengadaan dari Kementerian Perindustrian sesuai dengan yang ditawarkan LHS.
Dalam hal ini, LHS menawarkan vendor untuk mengerjakan kegiatan dengan menunjukkan DIPA Kemenperin. Namun, halaman DIPA yang ditunjukkan merupakan kegiatan dari unit eselon I lain di Kemenperin, bukan DIPA Ditjen IKFT seperti yang disampaikan LHS kepada vendor.
Kementerian Perindustrian mengharapkan para vendor lebih berhati-hati dalam mengikuti proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, misalnya cermat dalam memverifikasi keabsahan SPK. Vendor juga diminta untuk tidak mudah terbujuk dengan iming-iming mendapatkan proyek dan imbal hasil besar.
Baca juga: Anggota DPR: Efisiensi anggaran Kemenperin upaya agar keuangan efektif
Baca juga: Kemenperin sudah laporkan mantan pegawai pembuat SPK fiktif ke polisi
Baca juga: Kemenperin efisiensi anggaran Rp883 miliar dari pagu awal
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025