Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama melatih 100 penghulu dan penyuluh agama dari berbagai daerah untuk menjadi fasilitator literasi keuangan keluarga yang bertujuan menekan angka perceraian, terutama akibat persoalan ekonomi.
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag Cecep Khairul Anwar mengatakan perceraian berdampak luas terhadap keluarga dan masyarakat. Menurut dia, salah satu solusi untuk mengatasi persoalan tersebut adalah penguatan literasi keuangan keluarga.
"Banyak perceraian dipicu oleh masalah ekonomi. Karena itu, pemahaman tentang pengelolaan keuangan rumah tangga harus diperkuat," ujar Cecep dalam Bimbingan Teknis Fasilitator Literasi Keuangan Keluarga di Jakarta, Jumat.
Ia berharap para penghulu dan penyuluh agama dapat menjadi fasilitator yang membimbing pasangan suami istri agar tidak hanya harmonis secara emosional, tetapi juga tangguh secara finansial.
"Jika keluarga kuat, negara juga akan kuat. Ketahanan keluarga adalah kunci menuju Indonesia Emas 2045," kata Cecep.
Kepala KUA Selat Nasik, Bangka Belitung, Luthfi Alawi yang mengikuti pelatihan itu mengaku bimtek fasilitator keuangan keluarga sangat bermanfaat.
Ia mengatakan melalui pelatihan literasi keuangan keluarga, para fasilitator dapat mengeksplorasi lebih jauh mengenai perencanaan keuangan untuk calon pengantin.
"Melalui literasi keuangan keluarga, kita bisa lebih mengeksplorasi perencanaan keuangan bagi catin (calon pengantin). Kita tidak hanya terpaku pada pembahasan psikologi kehidupan keluarga, tapi juga pada aspek pengelolaan keuangannya," ujarnya.
Sementara itu, Penyuluh Agama Islam dari Jawa Timur Millah Kamelia mengaku kemampuan dalam mengatur ekonomi rumah tangga sangat dibutuhkan untuk memperkuat ketahanan keluarga.
Setelah pelatihan itu, dirinya akan menyampaikan materi tentang keuangan keluarga kepada catin, masyarakat, dan majelis taklim.
"Ilmu ekonomi ini sangat dibutuhkan oleh keluarga. Nanti saya juga akan menyampaikan materi tentang keuangan keluarga kepada catin, masyarakat, dan majelis taklim," ujarnya.
Berdasarkan data dari Statistik Indonesia tahun 2021–2025, ekonomi masih menjadi salah satu faktor utama penyebab perceraian di Indonesia.
Pada tahun 2024, faktor ekonomi bertengger di posisi kedua sebagai penyebab perceraian tertinggi dengan angka mencapai 100.198 kasus, berada di bawah faktor perselisihan dan pertengkaran terus-menerus yang tercatat sebanyak 251.125 kasus.
Data ini menunjukkan bahwa tekanan ekonomi dalam rumah tangga merupakan persoalan serius yang menyebabkan tingginya angka perceraian di tanah air.
Baca juga: Kemenag luncurkan Hajj Command Center dan aplikasi Satu Haji
Baca juga: Insentif guru non-ASN untuk RA dan madrasah cair Juni 2025
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025