Yogyakarta (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menahan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi kredit fiktif pada salah satu bank BUMN Unit Banguntapan periode 2020-2024, Kamis.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DIY Herwatan di Yogyakarta, Kamis, mengatakan tiga tersangka tersebut adalah PAW (pegawai bank periode 2021-2023), SNSN (pegawai bank periode 2023-2024), dan SAPM (agen mitra Ultra Mikro/UMi).
"Untuk menghindari tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti serta mengulangi perbuatannya lagi maka ketiga tersangka tersebut dilakukan penahanan di Lapas Kelas II A Yogyakarta," kata dia.
Penahanan terhadap PAW, SNSN, dan SAPM dilakukan selama 20 hari, terhitung sejak 4 Desember hingga 23 Desember 2025.
Ia menjelaskan bahwa ketiganya ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik memperoleh sedikitnya dua alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Menurut dia, tim jaksa penyidik Kejati DIY sebelumnya telah memeriksa 19 saksi serta tiga ahli, yaitu ahli hukum pidana, ahli keuangan negara, dan ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut Herwatan, penyidik juga mengantongi alat bukti surat berupa laporan hasil pemeriksaan "actual loss fraud" dengan nilai kerugian mencapai sekitar Rp3,39 miliar.
"Selain hal tersebut, Tim Jaksa Penyidik juga telah melakukan penyitaan 157 dokumen terkait perkara tersebut," ujarnya.
Baca juga: Kemenkum DIY minta masyarakat waspada penipuan digital berbasis AI
Modus yang diduga dilakukan para tersangka berawal dari peran SAPM sebagai agen mitra yang mencarikan orang untuk dijadikan debitur KUR, Kupedes, dan Kupra.
SAPM, kata Herwatan, kemudian meminjam KTP, KK, dan mengurus surat keterangan usaha yang terindikasi fiktif, kemudian menyerahkan berkas ke PAW dan SNSN untuk diproses sebagai pengajuan kredit.
Dalam prosesnya, verifikasi lapangan dan wawancara disebut berlangsung dengan arahan dari kedua pegawai bank tersebut.
Setelah kredit cair dan masuk ke rekening masing-masing debitur, SAPM mendatangi para nasabah, membantu membuat mobile banking, kemudian memindahkan dana kredit ke rekening yang ia kehendaki.
Herwatan menyebut pola ini terungkap setelah pihak bank menemukan lonjakan angka kredit bermasalah (NPL) dan melakukan pemeriksaan lapangan.
"Modus ini mulai terbongkar setelah ditemukan angka NPL yang tinggi serta dilakukan pemeriksaan ke lapangan oleh pihak bank," katanya.
Atas perbuatannya, para tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Berikutnya, subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Herwatan menegaskan bahwa proses penyidikan belum berhenti pada tiga orang tersebut.
"Tim Jaksa Penyidik juga masih melakukan pengembangan untuk mencari dan menemukan pihak-pihak lain yang ikut bertanggung jawab," ujarnya.
Baca juga: Kemkomdigi musnahkan 75 alat telekomunikasi ilegal dari DIY dan Jateng
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Eka Arifa Rusqiyati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































