Bandarlampung (ANTARA) - Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Karantina) Lampung menyita sebanyak 282 ekor burung tanpa dokumen yang akan diselundupkan ke Pulau Jawa melalui Pelabuhan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan.
"Sebanyak 282 ekor burung liar, termasuk 18 ekor yang tergolong satwa dilindungi, diamankan dari sebuah kendaraan minibus yang hendak menyeberang dari Sumatera ke Pulau Jawa," kata Kepala Karantina Lampung Donni Muksydayan dalam keterangannya di Bandarlampung, Minggu.
Ia mengatakan ratusan ekor burung yang disita itu berada dalam tujuh keranjang plastik yang tidak dilengkapi dokumen.
"Burung-burung tersebut ditemukan saat petugas dari Karantina Lampung melakukan operasi pengawasan rutin di gerbang pelabuhan bersama instansi terkait," kata dia.
Donni menjelaskan satwa yang diamankan terdiri atas Kipasan belang 18 ekor yang termasuk dalam satwa yang dilindungi, Jingjing batu 15 ekor, Ciung air 10 ekor, Madu sriganti 68 ekor, Cipau 29 ekor, Cinenen kelabu 130 ekor, Rambatan paruh merah 9 ekor, Sikatan bodoh 1 ekor, dan Sepah hutan 2 ekor.
“Satwa ini berasal dari Belitang, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, dan rencananya akan dibawa ke Jakarta Timur,” kata dia.
Ia mengatakan penyelundupan satwa liar, terutama burung-burung endemik Indonesia, merupakan ancaman nyata terhadap kelestarian keanekaragaman hayati.
"Satwa-satwa ini memiliki peran penting dalam ekosistem, mulai dari penyebaran benih hingga pengendalian hama secara alami," ujarnya.
Menurut Donni, perdagangan satwa liar bukan hanya persoalan hukum, tapi juga persoalan moral, ekologi, dan keberlanjutan kehidupan.
"Jika praktik tersebut terus dibiarkan, hal tersebut tidak hanya akan menyebabkan kehilangan spesies, tapi juga keseimbangan ekosistem yang menopang kehidupan manusia," kata dia.
Selain itu, ia mengatakan tindakan oknum tidak bertanggung jawab ini dapat mengancam populasi satwa liar, serta meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular, baik kepada satwa lain maupun manusia.
"Tanpa pengawasan karantina, penyakit zoonosis bisa dengan mudah menyebar lintas wilayah," kata dia.
Donni menegaskan bahwa pengiriman satwa tanpa izin merupakan pelanggaran hukum. Praktik ini telah melanggar sejumlah regulasi penting, di antaranya UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, juga UU No. 31 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Setiap lalu lintas satwa, baik antar daerah maupun antar pulau, wajib dilaporkan dan disertai dokumen sah. Ini penting demi mencegah risiko yang bisa membahayakan ekosistem dan masyarakat,” kata dia.
Pewarta: Dian Hadiyatna
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.