Jakarta (ANTARA) - Kajian terbaru yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Konservasi Indonesia (KI) menemukan bahwa diperlukan penguatan koridor ekologis di Batang Toru untuk menyelamatkan populasi orang utan tapanuli (Pongo tapanuliensis).
Sundaland Program Director KI Jeri Imansyah dalam pernyataan di Jakarta, Selasa, menyampaikan bahwa kajian yang dilakukan BRIN, KI dan mitra di Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara termasuk Yayasan Ekosistem Lestari dan Sumatra Rainforest Institue, berfokus pada penataan ulang koridor secara komprehensif dengan menimbang aspek vegetasi, topografi, penggunaan lahan, kondisi sosial-ekonomi masyarakat serta kelembagaan di tingkat tapak.
"Sebagai organisasi lingkungan berbasis sains, kami berharap kajian ini mampu menghadirkan solusi konservasi yang lebih efektif di ekosistem Batang Toru. Data dan rekomendasi yang sudah disusun diharapkan menjadi rujukan bersama dalam menyeimbangkan ekologi dan ekonomi masyarakat," kata Jeri.
Baca juga: Pengamat: PLTA Batang Toru jangan dibenturkan dengan orang utan
"Orang utan Tapanuli bukan hanya warisan alam Sumatera Utara, tetapi juga simbol keseimbangan ekosistem yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat," tambahnya.
Di antara dua koridor yang dikaji, jelasnya, hasil analisis menunjukkan bahwa Bulu Mario memiliki tingkat kesesuaian habitat lebih tinggi dibanding Aek Malakkut. Meski begitu, keduanya sama-sama dinilai strategis untuk memulihkan konektivitas hutan, mencegah kepunahan, dan mengurangi interaksi negatif manusia-satwa.
Masyarakat sekitar juga mendukung pembentukan koridor, dengan catatan pengelolaan lahan berbasis agroforestri tetap diperbolehkan.
Baca juga: FKD Sumut dorong masyarakat harmonis dengan orang utan tapanuli
Kajian itu juga merekomendasikan perluasan cakupan kedua koridor, yaitu Bulu Mario dari 347,3 hektare menjadi 685 hektare dan Aek Malakkut dari 802,8 hektare menjadi 917,7 hektare. Sehingga kedua koridor masing-masing memiliki kesesuaian habitat sebesar 94,24 dan 87,58 persen.
Selain itu, untuk memperkuat tata kelola koridor secara kolaboratif, penting juga dibentuk forum multipihak dengan dasar hukum dan pendanaan yang jelas, serta pengembangan skema imbal jasa lingkungan melalui agroforestri dan ekowisata.
Strategi tersebut diharapkan dapat menghadirkan solusi bersama yang menguntungkan, baik bagi pelestarian orang utan Tapanuli maupun kesejahteraan masyarakat di sekitar ekosistem Batang Toru.
Baca juga: Orang utan dikhawatirkan punah akibat pembangunan PLTA Batang Toru
Dalam pernyataan serupa, Wakil Bupati Tapanuli Selatan, Jafar Syahbuddin Ritonga menyampaikan pemerintah daerah mendukung upaya penguatan koridor untuk menyelamatkan populasi satwa terancam punah tersebut.
"Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan mengapresiasi adanya pembaruan kajian terhadap koridor orang utan. Kami berkomitmen untuk mendukung pembangunan koridor ekologis sebagai langkah penting yang berjalan selaras dengan konservasi dan pembangunan daerah. Kami percaya dengan kerja sama semua pihak, kita bisa menjaga Batang Toru sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.
Orang utang tapanuli merupakan salah satu spesies kera besar paling langka di dunia yang hanya dapat ditemukan di ekosistem Batang Toru. Populasinya kini diperkirakan hanya tersisa 577-760 individu.
Baca juga: BRIN: Orang Utan Tapanuli prioritas konservasi karena terancam punah
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.