Jakarta (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyoroti maraknya terjadi fenomena kejahatan siber pencurian data dengan modus menyematkan malware di tautan unduhan maupun platform pencari kerja.
Wakil Ketua Komite Tetap Keamanan Siber dan Perlindungan Infrastruktur Kritis Kadin Indonesia Dea Saka Kurnia Putra menjelaskan cara kerja peretas kini fokus kepada pencurian langsung data sensitif seperti username, password, atau data keuangan.
"Jadi peningkatannya sangat drastis sekali, 27,5 juta (korban), di mana ternyata 54 persen korban dari ransomware itu berasal dari Info Stealer (pencuri data), bukan dari peretasan sistemnya," kata Putra dalam sebuah sesi diskusi dalam ajang National Cybersecurity Connect 2025 di Jakarta Selatan, Rabu.
Putra menjelaskan metode populer yang digunakan pelaku untuk mencuri data korbannya melalui tautan unduhan palsu.
Baca juga: Lindungi data pribadi, BSSN beri tips cegah serangan siber di medsos
Ketika korban membuka tautan dan mengunduh file di dalamnya, malware yang disusupkan pelaku langsung mencuri data penting miliknya. Menurut Putra, risiko ini sering terjadi pada tautan unduhan aplikasi atau gim bajakan.
"Jadi dia (pelaku) melampirkan ada link yang seolah-olah sangat asli, tapi ketika kita klik dan kita ekstrak (filenya) ternyata memberikan malware-nya running in background (diam-diam berjalan di perangkat). Jadi seolah-olah kita cuma download aplikasi biasa, tapi ternyata kita download Info Stealer," kata dia.
Selain pada tautan unduhan, modus yang populer lainnya adalah menyusupkan malware pencuri data pada lamaran kerja di platform pencari kerja.
Malware tersebut bekerja ketika korban mengisi formulir lamaran kerja. Tanpa disadari oleh korban, malware tersebut mengambil informasi penting seperti data keuangan.
"Ketika dibuka itu merupakan Info Stealer. Nanti hasilnya adalah pdf seperti mengisi lamaran kerja, tapi ternyata running in background, Info Stealer itu sudah bekerja," ujar Putra.
Putra menjelaskan kelompok kejahatan siber yang menjalankan malware pencuri data saat ini bertumbuh dengan cepat. Pada tahun 2022, rata-rata muncul 15 kelompok pencuri data baru setiap bulannya.
"Jadi ada 15 grup baru setiap bulannya berarti betapa menguntungkannya industri ini (pencurian data)," ucapnya.
Baca juga: Tips praktis amankan HP dari peretas dan malware yang perlu Anda tahu
Baca juga: Masyarakat diajak gunakan autentifikasi cegah kata sandi dibobol
Baca juga: BSSN: Mengabaikan peretas portal pemerintah buka celah kerentanan baru
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































