Jakarta (ANTARA) - Ketua Komite Tetap Penelitian dan Kebijakan Komunikasi dan Digital Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Chris Taufik meminta agar tayangan iklan rokok oleh lembaga penyiaran tetap diberi ruang dalam revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran).
Sebab, dia akui, iklan rokok masih menjadi salah satu sumber pendapatan bagi industri penyiaran konvensional.
"Sehingga kalau dimungkinkan dan kelihatannya memang seharusnya bisa diberi ruang untuk itu tetap diperbolehkan hanya mungkin dengan pembatasan jam tayang seperti yang sudah berlaku sekarang. Sekarang kan boleh tapi jam-nya malam," kata Chris Taufik dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) RUU Penyiaran Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Dia juga mempersoalkan kewajiban lembaga penyiaran televisi swasta untuk memproduksi iklan layanan masyarakat dalam UU Penyiaran saat ini.
"Beberapa teman dari Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menyampaikan di dalam undang-undang sekarang ada kewajiban untuk menjalankan iklan layanan masyarakat, yang menjadi masalah adalah sangat kecil sekali iklan layanan masyarakat ini," ujarnya.
Kewajiban tersebut, kata dia, menyulitkan lembaga penyiaran televisi swasta sehingga harus memproduksi iklan layanan masyarakat sendiri demi memenuhi kewajiban tersebut meski sedianya tidak ada kebutuhan akan konten tersebut.
Baca juga: Kadin Indonesia dukung Pertamina RNE terlibat pembangunan PLTN
Baca juga: Kadin Indonesia sosialisasikan tiga program prioritas UMKM di Bogor
"Terpaksa membuat iklan layanan masyarakat karena diwajibkan, tapi kebutuhannya sebenarnya tidak ada. Dulu seingat kami dulu (kebijakan) ini diadakan untuk membantu program-program dari pemerintah antara lain, tetapi sekarang program dari pemerintah tidak masuk lewat iklan layanan masyarakat juga," ujarnya.
Selain itu, dia mempersoalkan ihwal kebijakan siaran lokal oleh lembaga penyiaran televisi yang diatur dalam UU Penyiaran sebab saat ini siaran televisi telah dialihkan dari analog ke digital.
"Setelah ada analog switch-off (ASO) itu banyak sekali muncul TV-TV lokal yang menyiarkan siaran-siaran lokal sehingga adanya kewajiban siaran lokal itu juga dipandang sudah tidak relevan," katanya.
Dia meminta pula adanya relaksasi terhadap aturan penayangan iklan oleh lembaga penyiaran menjadi maksimal 30 persen dari total jam siaran karena porsi iklan yang sama sudah diambil banyak oleh platform-platform digital lain.
"Ada permintaan seperti untuk menaikkan batas maksimal siaran iklan, dan nanti pada kenyataannya di lapangan itu masyarakat sendiri yang akan menentukan. Suatu siaran yang banyak iklannya nanti lama-lama masyarakat sendiri yang akan memilah. Penontonnya akan berkurang sendiri. Jadi itu harapannya," tuturnya.
Selain Kadin, RDPU Panja RUU Penyiaran tersebut digelar Komisi I DPR RI bersama Sahabat Peradaban Bangsa (SPB), dan Asosiasi Konten Kreator Seluruh Indonesia (AKKSI).
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.