Jakarta (ANTARA) - Dewan Bangunan Hijau di Indonesia (Green Building Council Indonesia/GBCI) mengemukakan DKI Jakarta perlu meningkatkan penghijauan bangunan yang ada (eksisting) untuk menutupi kekurangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sekaligus mengurangi emisi karbon.
"Jakarta memang RTH-nya tidak terlalu besar," kata Chairman of GBCI, Ignesjz Kemalawarta dalam Bicara Kota Series ke-19 bertema "Peran Green Building dalam Reduksi Emisi Karbon" di Jakarta, Selasa.
Dengan kekurangan tersebut, menurut dia, meningkatkan gedung eksisting dengan penghijauan lebih bisa menutupi kekurangan RTH di Jakarta.
Merujuk data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hingga 2023, luas RTH di Jakarta mencapai 33,34 juta meter persegi (m2) atau 5,2 persen dari total luas wilayah Jakarta.
Baca juga: Pajak karbon pada gedung boros energi masih dikaji
Angka ini masih jauh dari target ideal 30 persen sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Menurut Ignesjz , jumlah bangunan eksisting di Jakarta itu lebih banyak dibandingkan bangunan baru, lebih banyak memberikan kontribusi terhadap emisi karbon dan lebih sulit dikendalikan daripada bangunan baru.
Namun, dia tak menyebutkan rinci jumlah bangunan eksisting di Jakarta dan yang potensial untuk diterapkan konsep bangunan hijau.
"Karena itu, sebetulnya di Jakarta memang harus ditingkatkan porsi daripada 'existing building'-nya ketimbang bangunan yang baru," katanya.
Dia mengatakan bahwa semua bangunan yang sudah disertifikasi (bangunan gedung hijau) itu setiap tiga tahun sekali harus resertifikasi. "Jadi terus dirawat," kata Ignesjz.
Baca juga: Jakarta kembangkan kawasan rendah emisi terpadu
Bangunan gedung hijau merupakan sebuah praktik pembangunan gedung yang mempertimbangkan efisiensi dalam penggunaan sumber dayanya, seperti energi, air, dan material lainnya sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.
Bangunan ini, kata Ignesjz, juga punya aspek pengendalian banjir.
Pada kesempatan itu, dosen dan peneliti bidang sains arsitektur dan teknologi bangunan Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), Ova Candra Dewi mengatakan, teknologi yang diterapkan pada bangunan gedung hijau beragam. Salah satunya terkait perhitungan lahan mampu menahan limpasan air.
"Prinsipnya di-'green building' adalah sebanyak-banyaknya resapan dimasukkan ke dalam tanahnya kembali, karena itu adalah sumber daya. Istilahnya karakter tanahnya dibantu sehingga penyerapannya jauh lebih baik," kata dia.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.