Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum berencana menerapkan bea keluar untuk komoditas batu bara, sebab mempertimbangkan daya saing batu bara RI di pasar internasional.
“Kami melihat daya saing dari komoditas yang kami miliki,” ucap Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung ketika ditemui di Jakarta, Selasa.
Yuliot menjelaskan bahwa saat ini, permintaan batu bara di pasar internasional sedang melemah. Di sisi lain, harga jual batu bara juga menunjukkan tren penurunan.
Apabila Indonesia memberlakukan bea keluar untuk komoditas batu bara, dia menilai akan berdampak negatif pada industri dalam negeri.
Baca juga: DPR sepakati tambah penerimaan lewat bea keluar emas dan batu bara
“Kalau permintaannya lemah, dikenakan bea keluar, justru ini akan berdampak. Jadi ini nggak ada yang beli,” kata dia.
Oleh karena itu, dia menyampaikan bahwa Kementerian ESDM belum berencana untuk mengenakan bea keluar kepada komoditas batu bara.
“Belum,” ucapnya.
Pemerintah bersama Komisi XI DPR RI menyepakati perluasan basis penerimaan negara melalui pengenaan bea keluar terhadap produk emas dan batu bara.
Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi optimalisasi penerimaan negara yang dibahas dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Menteri PPN/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar di Jakarta, Senin (7/7).
Baca juga: Aspebindo mendukung persetujuan RKAB per tahun jaga harga komoditas
Sekarang ini, produk emas mentah atau dore bullion sudah dikenai bea keluar sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38/2024.
Namun, emas batangan dan perhiasan belum termasuk dalam objek tersebut.
Sementara, batu bara tak lagi dikenai bea keluar sejak 2006 dan hanya dikenakan royalti sebagai bagian dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi H Amro menjelaskan bahwa untuk besaran tarif bea keluar nantinya akan diusulkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Kementerian Keuangan untuk diterbitkan dalam bentuk PMK.
Baca juga: Harga batu bara acuan turun lagi, jadi 98,61 dolar AS per ton
Selain bea keluar emas dan batu bara, DPR juga mendorong pemerintah memperluas basis penerimaan negara melalui ekstensifikasi barang kena cukai baru.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah rencana pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Waktu implementasi kebijakan ini bergantung pada kesiapan pemerintah. Bisa diterapkan pada semester II 2025 atau mulai 2026 sebagai bagian dari asumsi penerimaan negara dalam RAPBN.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.