Jakarta (ANTARA) - Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah IPB University menyebutkan agronomi pendayagunaan lahan cetak sawah menjadi strategi penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian nasional, guna memperkuat ketahanan pangan dan mendorong tercapainya swasembada melalui pemanfaatan lahan secara optimal dan berkelanjutan.
Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah IPB University Prof. Baba Barus mengatakan optimalisasi lahan cetak sawah memerlukan pendekatan agronomi yang holistik meliputi pemilihan varietas adaptif, pengelolaan tanah dan air, serta sistem budidaya yang sesuai dengan karakteristik agroekosistem setempat.
"Dengan pendekatan ilmiah berbasis data lapangan, ilmu agronomi mampu mengidentifikasi faktor pembatas dan memberikan solusi tepat guna dalam meningkatkan produktivitas lahan baru," kata Baba dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Dia menyampaikan agronomi sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara tanah, tanaman, air dan iklim, berperan penting dalam mentransformasi lahan cetak sawah baru menjadi lahan produktif secara berkelanjutan.
“Dari hasil kajian di lapangan, terdapat cetak sawah yang berhasil, yang kurang berhasil, dan tidak berhasil,” ujarnya.
Namun demikian, dia menuturkan cetak sawah yang berhasil harus direplikasi di daerah lain, sementara yang kurang berhasil dan belum berhasil dievaluasi serta ditingkatkan produktivitasnya dengan teknologi yang tersedia.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Agronomi Indonesia Andi Muhammad Syakir menilai sebagian besar lahan cetak sawah di Indonesia berada pada kawasan lahan suboptimal, seperti lahan pasang surut, lahan rawa lebak, maupun lahan kering marginal.
Menurut dia, setiap lahan memiliki kendala spesifik seperti keasaman tanah tinggi, keterbatasan drainase, atau retensi hara dan air yang rendah.
Oleh karena itu, penerapan teknologi agronomi yang adaptif seperti ameliorasi tanah, pemupukan berimbang, varietas toleran, serta pengelolaan air mikro, menjadi kunci keberhasilan pemanfaatan lahan tersebut.
"Tanpa intervensi agronomi yang tepat, lahan cetak sawah berpotensi kembali terbengkalai,” ucap Syakir.
Di samping kegigihan mencetak sawah, lanjut Syakir, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terbukti berhasil menorehkan jejak besar yang dinilai telah mengubah peta pangan Indonesia di antaranya memberantas praktik mafia pangan.
“Langkah berani Mentan melakukan koreksi di sektor pertanian telah memukul mundur berbagai praktik gelap yang selama puluhan tahun merugikan petani dan merusak sistem pangan nasional,” kata Syakir.
Ketua Kehormatan Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) dan Rektor Universitas Nusa Bangsa, Bogor Prof. Budi Mulyanto menekankan lahan sawah merupakan basis produksi pertanian dan penentu utama keberhasilan swasembada pangan terutama beras.
Namun, tingginya laju alih fungsi lahan, degradasi kesuburan tanah, serta keterbatasan lahan subur di berbagai wilayah menjadi tantangan serius yang dihadapi Bangsa Indonesia saat ini.
Ia menegaskan sawah merupakan hasil proses sistem kerja para petani pendahulu bangsa Indonesia yang tekun, terstruktur, dan konsisten secara berkelanjutan.
"Setiap generasi sudah selayaknya mencetak sawah untuk diwariskan pada generasi berikutnya. Ini memang bukan proses yang instan sehingga jangan gampang menyerah,” kata Prof. Budi.
Plt. Direktur Jenderal Lahan dan Irigasi Pertanian Kementan Hermanto mengatakan saat ini pemerintah berupaya mencetak sawah baru untuk memperluas areal tanam padi dan meningkatkan kapasitas produksi nasional.
Pada 2025, pemerintah memiliki target mencetak sawah seluas 225.000 ha yang tersebar di 17 provinsi.
Dari target tersebut setelah dilakukan kegiatan survei, investigasi, dan desain (SID) yang dilaksanakan oleh mitra perguruan tinggi diperoleh luasan lahan tersedia hasil SID seluas 206.999 ha yang setara 92 persen.
Hingga 21 November 2025, realisasi fisik masih mencapai 21,38 persen setara 48.108 ha karena beberapa kendala seperti teknis di lapangan, administrasi dan pengadaan, sosial dan kelembagaan, dan pelaksanaan konstruksi.
"Pemerintah terus melakukan langkah percepatan seperti penambahan alat, tenaga dan hari kerja di lapangan. Kegiatan ini termasuk langkah mendapatkan masukan agronomis dari ahli tanah dan agronomi,” kata Hermanto.
Baca juga: Pakar: Jerami dapat menjadi bahan bakar alternatif
Baca juga: Kalsel gaet IPB uji albumin ikan haruan agar segera didistribusikan
Baca juga: Pakar IPB tekankan perhitungan cermat soal B50 bagi industri sawit
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































