Ini kunci agar gen milenial dan Z betah bekerja menurut pakar

3 hours ago 2
Pendekatan manajemen sumber daya manusia perlu beradaptasi dengan kebutuhan mereka, seperti melalui penerapan kerja fleksibel atau hibrida

Jakarta (ANTARA) - Generasi Y atau milenial dan generasi Z kerap disebut sebagai generasi yang memiliki mobilitas karier yang tinggi, tapi memiliki loyalitas yang rendah.

Generasi milenial merupakan generasi yang lahir pada rentang 1981 hingga 1996, sedangkan generasi Z merupakan generasi yang lahir pada 1997 hingga 2011. Kedua generasi ini kini mendominasi komposisi angkatan kerja dan berperan dalam menjaga kesinambungan fungsi sumber daya manusia.

Sejumlah studi menunjukkan bahwa generasi Y dan generasi Z memiliki tingkat komitmen organisasi lebih rendah dibandingkan generasi sebelumnya.

Kedua generasi tersebut tidak bisa diperlakukan dengan pola pendekatan sumber daya manusia (SDM) gaya lama. Generasi milenial dan generasi Z yang tumbuh pada era digital, melek akan teknologi, lebih fleksibel, memiliki kebebasan berekspresi dan membutuhkan lingkungan kerja yang mendukung kreativitas.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya (UAJ) Prof Dr Sylvia Diana Purba SE ME, mengatakan perlu adanya pendekatan baru agar kedua generasi itu betah di tempat kerja.

"Pendekatan manajemen sumber daya manusia perlu beradaptasi dengan kebutuhan mereka, seperti melalui penerapan kerja fleksibel atau hibrida," kata Sylvia di Jakarta, Ahad (26/10).

Penerapan sistem kerja yang fleksibel tersebut diyakini mampu meningkatkan kepuasan kerja dan memperkuat komitmen terhadap organisasi.

"Sistem kerja hibrida adalah model kerja yang menggabungkan kehadiran fisik di tempat kerja (on-site) dengan kerja jarak jauh (remote work), baik dari rumah maupun di lokasi lainnya," kata Sylvia yang baru dikukuhkan sebagai guru besar dengan orasi ilmiahnya berjudul “Menjaga Employee Sustainability: Implementasi Sistem Kerja Hibrida dalam Meningkatkan Komitmen Millenial dan Gen Z, Tantangan dan Peluang” tersebut.

Sistem kerja hibrida, lanjut dia, merupakan bagian dari praktik flexible working arrangements dalam manajemen sumber daya manusia modern, yang memungkinkan organisasi untuk menyesuaikan struktur kerja dengan kebutuhan bisnis dan preferensi karyawan sekaligus mengoptimalkan komitmen dan keterlibatan kerja.

Sylvia menjelaskan Gen Z menunjukkan komitmen paling rendah, tapi memiliki interaksi tinggi saat nilai pribadi selaras dengan organisasi, sementara milenial relatif lebih stabil dengan tuntutan makna kerja, fleksibilitas, dan kesejahteraan.

"Kondisi ini berbanding terbalik dengan generasi sebelum mereka yakni X dan baby boomers yang cenderung memiliki komitmen kuat dan loyalitas tinggi," tutur dia.

Kondisi tersebut dinilai berbahaya bagi kelangsungan organisasi. Hal itu dikarenakan rendahnya komitmen organisasi akan meningkatkan "turnover", biaya rekrutmen, pelatihan, serta menurunkan produktivitas.

Apalagi generasi Y dan Z yang cenderung menempatkan kepentingan pribadi di atas loyalitas organisasi, sehingga ketika nilai individu tidak sejalan dengan perusahaan, keputusan untuk keluar lebih cepat diambil.

"Tentu saja, ini berbahaya karena melemahkan kohesi tim, budaya organisasi, serta keberlangsungan strategi jangka panjang, termasuk ketersediaan talenta internal untuk suksesi kepemimpinan," jelas dia lagi.

Generasi milenial dan Z cenderung tidak terlalu mau berkarya jangka panjang, jika nilai-nilai yang dianut tidak sama dengan perusahaannya.

Baca juga: Cara Gen Z bertahan dan menikmati dunia kerja

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |