Kementerian Kebudayaan ingin hidupkan ekosistem kebudayaan di Banten

3 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kebudayaan ingin menghidupkan ekosistem kebudayaan di Banten agar situs-situs sejarah dan budaya yang ada di wilayah provinsi itu dapat menjadi sarana edukasi dan pengembangan pariwisata.

Saat meresmikan monumen penanda masuknya pelaut Belanda, Cornelis de Houtman, ke wilayah Banten di daerah Banten Lama pada Minggu (26/10), Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan bahwa Banten pada masa lalu merupakan pusat perdagangan yang memiliki pelabuhan besar.

"Karena itulah saat saya baru pertama kali menjadi menteri, dalam kunjungan ke Banten menyampaikan kepada Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII untuk coba mencari titik di mana dulu masuknya Cornelis de Houtman," katanya sebagaimana dikutip dalam keterangan pers kementerian yang dikonfirmasi pada Senin.

Menurut dia, penandaan titik masuk Cornelis de Houtman dapat menjadi awal dari usaha untuk melakukan rekonstruksi sejarah Banten sebagai daerah perdagangan penting dan tempat akulturasi budaya.

Ia mengemukakan bahwa Banten memiliki bangunan-bangunan cagar budaya seperti Masjid Banten Lama yang sudah ada jauh sebelum Cornelis de Houtman datang, tepatnya tahun 1527, dan Keraton Surosowan, yang menunjukkan kemajuan peradaban di wilayah itu.

Kementerian Kebudayaan, menurut dia, akan mengupayakan pelaksanaan penelitian dan kajian serta pemugaran Keraton Surosowan dan Keraton Kaibon guna menghidupkan ekosistem kebudayaan di Banten.

"Kita perlu menghidupkan ekosistem yang ada di Banten ini, sehingga tentu selain menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia, khususnya di Banten, bagi generasi muda, kita ingin menjadikannya sebagai wisata budaya," katanya.

"Sehingga nantinya akan lebih banyak lagi orang datang melihat budaya, baik wisatawan domestik maupun internasional, yang datang ke Banten untuk melihat bagaimana Banten lama di masanya," ia menambahkan.

Baca juga: Fadli Zon: Monumen de Houtman tanda kemajuan peradaban Banten

Akademisi dan peneliti dari Universitas Indonesia Prof. R. Cecep Eka Permana menuturkan bagaimana Cornelis de Houtman dulu datang ke wilayah Banten.

Karena kapalnya berukuran besar, ia menjelaskan, pelaut Belanda itu membuang sauh di Pulau Lima dan kemudian menggunakan sekoci untuk masuk ke Pabean, yang artinya tempat membayar biaya cukai.

"Pentingnya temuan ini adalah penanda dan indikator utama. Nanti akan ada penemuan-penemuan berikutnya. Salah satunya, misalnya, penduduk telah melapor bahwa di dalam sungai ditemukan beberapa keramik, mata uang, termasuk gerabah," katanya.

Ia mengatakan, temuan-temuan itu nantinya dapat dipamerkan di Museum Situs Kebudayaan Banten Lama.

Peresmian monumen penanda masuknya Cornelis de Houtman ke Banten merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Sasaka Cibanten 2025 yang dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VIII Banten dan Jakarta.

Sasaka Cibanten tidak hanya perayaan seni dan budaya, tetapi juga ajakan untuk kembali membaca sejarah serta merawat identitas kebudayaan Banten.

Baca juga: Gebrag Ngadu Bedug momentum lestarikan budaya di Banten

Baca juga: Pemerintah lestarikan dialek Muria melalui lomba dialog Bahasa Jawa

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |