Jakarta (ANTARA) - Pelaku perdagangan aset kripto dalam negeri menyebut peningkatan kembali harga Bitcoin (BTC) ke level 92.000 dolar Amerika Serikat (AS), setelah sebelumnya anjlok menunjukkan kuatnya daya beli pasar terhadap mata uang digital tersebut.
Vice President Indodax Antony Kusuma mengatakan harga Bitcoin (BTC) kembali naik dan menembus angkat 92.000 dolar AS pada Selasa malam hingga Rabu pagi waktu Indonesia, setelah sebelumnya mengalami tekanan pasar yang memicu likuidasi lebih dari 250 juta dolar AS pada pekan lalu.
"Kenaikan ini didorong oleh menguatnya minat institusi keuangan global terhadap aset digital serta pemulihan sentimen pasar, setelah penurunan tajam akhir pekan lalu," ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan bahwa beberapa keputusan strategis dari institusi besar menjadi katalis penting dalam penguatan harga Bitcoin kali ini.
"Penerimaan institusi besar menjadi faktor utama dalam kenaikan Bitcoin. Langkah Goldman Sachs, Vanguard, hingga Bank of America membuka akses lebih luas terhadap produk berbasis Bitcoin telah meningkatkan kepercayaan investor terhadap aset kripto," katanya lagi.
Antony menambahkan pemulihan harga Bitcoin kali ini juga dipengaruhi oleh dinamika pasar jangka pendek.
“Setelah terkoreksi ke area 83.800-84.000 dolar AS dan memicu likuidasi besar, pasar langsung menunjukkan minat beli yang kuat," ujarnya.
Volume perdagangan global meningkat signifikan dalam 24 jam, lanjutnya, rebound ini menunjukkan respons cepat pasar terhadap level support yang cukup kuat.
Sentimen makro turut memberi warna pada pergerakan harga. Berakhirnya program Quantitative Tightening (QT) pada Senin (1/12) oleh Federal Reserve (The Fed) juga menjadi salah satu katalis utama yang memperkuat likuiditas pasar.
The Fed menutup QT dengan menyuntikkan sekitar 13,5 miliar dolar AS melalui operasi repo harian, salah satu injeksi likuiditas terbesar sejak masa pandemi.
Menurut dia, peningkatan likuiditas ini biasanya mendukung aset berisiko, termasuk kripto, karena tekanan kebijakan moneter mulai mereda.
Saat ini, katanya lagi, pasar global tengah menanti keputusan The Fed pada pertemuan 9-10 Desember 2025 terhadap kebijakan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Ekspektasi terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar secara historis menjadi pendorong utama minat terhadap aset berisiko termasuk Bitcoin.
Antony menegaskan bahwa meskipun volatilitas masih tinggi, perkembangan terbaru menunjukkan adopsi institusional yang semakin kuat.
“Langkah institusi besar masuk ke aset digital memberikan sinyal positif mengenai penerimaan jangka panjang terhadap Bitcoin," katanya lagi.
Namun, dia mengingatkan investor kripto tetap perlu berhati-hati, tidak FOMO, serta menggunakan strategi investasi jangka panjang seperti dollar-cost averaging (DCA) dan manajemen risiko yang disiplin..
Indodax mengajak seluruh investor untuk terus mengikuti perkembangan pasar dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas agar dapat mengambil keputusan investasi yang lebih bijak di tengah dinamika aset kripto saat ini.
Baca juga: Upbit dorong ekosistem aset digital yang aman dan bertanggung jawab
Pewarta: Subagyo
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































