Hukum merayakan Hari Valentine dalam ajaran agama Islam

1 week ago 9

Jakarta (ANTARA) - Setiap 14 Februari, banyak individu di berbagai negara merayakan Hari Valentine sebagai kesempatan untuk menunjukkan kasih sayang. Tradisi ini sudah lama berkembang dan menjadi bagian dari budaya populer di banyak tempat. Namun, dalam Islam, perayaan ini sering dipertanyakan karena dianggap memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai di luar ajaran agama.

Pandangan ulama mengenai perayaan Hari Valentine beragam. Sebagian melarangnya karena dianggap tidak sesuai dengan prinsip Islam, sementara yang lain lebih fleksibel, asalkan tidak melanggar norma agama. Perbedaan ini membuat sebagian umat Islam bingung dalam menyikapinya.

Untuk memahami lebih dalam, perlu melihat berbagai pendapat dari ulama dan pihak terkait. Beberapa menekankan aspek sejarah dan budaya Valentine, sementara yang lain fokus pada dampaknya bagi kehidupan umat Islam. Berikut merupakan penjelasan secara rinci mengenai hukum merayakan Hari Valentine.

Baca juga: Ini asal usul Hari Valentine yang tidak banyak orang ketahui

Asal-usul Hari Valentine

Sebelum membahas hukum perayaan Valentine dalam Islam, penting untuk memahami asal-usulnya. Hari kasih sayang yang diperingati setiap 14 Februari ini memiliki sejarah panjang yang berkaitan erat dengan tradisi Nasrani.

Nama "Valentine" berasal dari seorang pendeta bernama Santo Valentine. Ia menentang kebijakan Kaisar Romawi Claudius yang melarang pernikahan dan pertunangan. Larangan ini diberlakukan karena pemerintah Romawi kesulitan merekrut pemuda sebagai prajurit perang.

Kaisar Claudius meyakini bahwa pria enggan menjadi tentara karena tidak ingin meninggalkan kekasih dan keluarganya. Oleh karena itu, ia mengeluarkan aturan yang melarang pernikahan, menganggapnya sebagai penghambat kekuatan militer Romawi.

Santo Valentine menolak aturan tersebut dan tetap menikahkan pasangan secara diam-diam. Akibatnya, ia dihukum mati pada 14 Februari 270 M. Hari kematiannya kemudian dikenang oleh gereja dan dijadikan sebagai Hari Valentine, simbol kasih sayang dalam tradisi Nasrani.

Namun, kemajuan teknologi informasi telah menghapus batas ruang dan waktu, menjadikan berbagai budaya seolah milik bersama. Akibatnya, banyak umat Islam yang turut merayakan Hari Valentine dengan berbagai tradisinya.

Hal ini, perlu diwaspadai, karena tanpa pemahaman yang tepat, perayaan tersebut dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kekeliruan dalam niat dan keyakinan.

Baca juga: Rayakan Valentine 2025 dengan 10 promo makanan & minuman spesial ini!

Hukum merayakan Hari Valentine dalam Islam

Di Indonesia sendiri, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan perayaan Hari Valentine sebagai sesuatu yang haram. Fatwa ini pertama kali dikeluarkan pada 13 Februari 2008 dan ditegaskan kembali dalam Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2017, yang melarang umat Islam merayakannya.

MUI menilai bahwa perayaan Valentine lebih banyak diwarnai aktivitas yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti pesta hura-hura dan mabuk-mabukan. Selain itu, cara perayaannya dianggap tidak membawa manfaat bagi umat Muslim.

Ada tiga alasan utama di balik fatwa tersebut. Pertama, Hari Valentine bukan bagian dari tradisi Islam. Kedua, perayaan ini dikhawatirkan mendorong pergaulan bebas dan seks di luar nikah. Ketiga, dampak negatifnya dianggap lebih besar daripada manfaatnya bagi generasi muda Muslim.

Larangan terkait meniru tradisi non Muslim dijelaskan secara tegas dalam kitab Bughyatul Musytarsyidin. Kitab ini menguraikan berbagai kondisi yang dapat mempengaruhi status hukum seseorang dalam meniru budaya atau kebiasaan kaum lain.

Baca juga: 20 ucapan romantis selamat Hari Valentine untuk orang tersayang

Seorang Muslim yang mengenakan aksesori atau simbol khas non Muslim, lalu merasa kagum terhadap agama mereka dan ingin meniru gaya hidup mereka, dapat dianggap sebagai kufur. Hal ini semakin berat jika ia turut serta dalam ritual ibadah mereka.

Sementara itu, jika seorang Muslim hanya mengikuti cara perayaan mereka tanpa disertai kekaguman terhadap keyakinan mereka, perbuatannya tetap dianggap sebagai dosa.

Namun, jika seseorang meniru gaya atau kebiasaan mereka tanpa maksud tertentu, hukumnya menjadi makruh. Artinya, perbuatan tersebut tidak dianjurkan, meskipun tidak sampai pada tingkat dosa atau kekufuran.

Pendapat ulama internasional

Sementara itu, Dar al-Ifta, lembaga fatwa Mesir, menyatakan bahwa tidak ada larangan khusus bagi umat Muslim untuk merayakan Hari Kasih Sayang, selama tidak melanggar ajaran Islam. Mereka menekankan pentingnya menjaga niat dan perilaku sesuai dengan syariat.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, umat Islam di Indonesia diimbau untuk berhati-hati dalam menyikapi perayaan Hari Valentine. Menunjukkan kasih sayang sebaiknya dilakukan setiap hari dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam, tanpa harus terikat pada tradisi yang tidak berasal dari budaya Islam.

Baca juga: Daftar negara yang larang rakyatnya rayakan Hari Valentine

Baca juga: 10 Rekomendasi hadiah Valentine yang cocok untuk wanita

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |