HIpmi dukung BMAD untuk persaingan sehat dengan produk impor

3 months ago 26

Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Anggawira mendukung penerapan tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) guna membangun persaingan yang sehat antara produk dalam negeri dan impor.

Dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu, Ia mengatakan produk tekstil impor asal China dan Vietnam saat ini dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan tekstil yang diproduksi di dalam negeri.

“Persaingan tidak seimbang ini sangat merugikan industri dalam negeri, terutama segmen hulu yang padat modal dan padat karya,” ujar Anggawira.

Anggawira mengungkapkan kekhawatiran serius terhadap kondisi industri hulu seperti produsen benang dan kain greige yang dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami tekanan akibat lonjakan impor produk murah dari negara-negara seperti China dan Vietnam.

Produk-produk tersebut, kata dia, kerap dijual dengan harga dumping, di bawah biaya produksi.

Menurut Anggawira, tidak diterapkannya kenaikan tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) membuat pasar domestik berisiko dibanjiri produk impor murah, yang pada akhirnya dapat mematikan industri hulu tekstil nasional.

Padahal, industri hulu ini memainkan peran sentral sebagai pemasok bahan baku utama bagi sektor hilir, sehingga tekanan terhadap sektor ini dapat mengakibatkan penurunan tingkat utilisasi mesin pabrik, PHK massal, hingga fenomena deindustrialisasi.

“Kalau hulu tekstil mati, hilir akan mandek. Jika pabrik-pabrik hulu tutup, ribuan pekerja akan kehilangan mata pencaharian,” katanya.

Ia menekankan bahwa dampak kebijakan tarif BMAD tidak hanya bersifat ekonomi semata, tetapi juga strategis, karena berpengaruh terhadap ketergantungan Indonesia pada bahan baku impor.

Sebelumnya, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) juga telah mengusulkan kenaikan tarif minimal 20 persen dengan mempertimbangkan keseimbangan sektor hulu-hilir.

Pihaknya meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan BMAD dengan mengedepankan prinsip industrial equilibrium.

Baca juga: APSyFI usul penetapan tarif BMAD industri tekstil minimal 20 persen

Baca juga: BKK-PII minta pemerintah jaga keberlangsungan industri kimia eksisting

Baca juga: Asosiasi sebut BMAD bukan penghambat pasar, melainkan persaingan sehat

Baca juga: BKK-PII: Industri tekstil perlu kepastian BMAD demi daya saing

Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Indra Arief Pribadi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |