Jakarta (ANTARA) - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) bersama Greenpeace Indonesia dan Sumatera Environmental Initiative (SEI) mengelar aksi damai yang mendesak pemerintah Indonesia untuk memberantas kasus perdagangan orang.
Aksi yang berlangsung di depan gedung Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) itu dalam rangka peringatan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia yang jatuh tiap tanggal 30 Juli.
Di depan gedung Kemenhub, massa aksi mengingatkan kementerian terkait untuk tunduk dan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 127/PUU-XXI/2023 yang menegaskan bahwa pelaut migran adalah juga pekerja migran.
SBMI menilai bahwa sepatutnya Kemenhub mengakhiri kewenangan salah kaprah penerbitan izin penempatan SIUPPAK/SIUKAK yang memperburuk tata kelola penempatan dan pelindungan pelaut migran.
Seharusnya urusan penempatan dan pelindungan awak kapal migran saat ini menjadi kewenangan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI/BP2MI).
Menurutnya, salah kaprah Kemenhub berkontribusi menyuburkan praktek perdagangan orang secara terstruktur, sistematis dan terorganisir.
"Tindakan pengabaian hukum oleh Kemenhub mengakibatkan semakin carut marutnya kondisi pelindungan terhadap awak kapal perikanan migran. Catatan SBMI sepanjang 2024 ada 196 kasus yang terjerat dalam situasi kerja paksa, 70 kasus di antaranya korban perdagangan orang," kata Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno dalam aksi tersebut.
Atas pengabaian ini, katanya, dapat disimpulkan bahwa Kemenhub jelas harus bertanggungjawab atas pembiaran kejahatan transnasional yang telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Sementara itu, saat bergerak ke depan gedung Kemenko Polkam yang letaknya berdekatan dengan gedung Kementerian Perhubungan, massa aksi mendesak agar dilakukan evaluasi kinerja dan penguatan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Hal ini terkait dengan tanggung jawab Kemenko Polkam sebagai Ketua 1 sesuai dengan Perpres 49/2023.
Massa juga menilai kinerja Ketua Harian Gugus Tugas TPPO, yaitu Kepala Kepolisian Indonesia (Kapolri), gagal dalam memimpin Gugus Tugas.
SBMI mencatat sedikitnya 25 laporan polisi dan aduan masyarakat kasus perdagangan orang terhadap buruh migran selama 2014-2025 belum menunjukkan perkembangan penanganan yang berarti.
Di saat bersamaan, hak restitusi senilai lebih dari Rp 5,6 miliar yang telah diputus oleh pelbagai pengadilan tak kunjung dieksekusi oleh Kejaksaan.
Kepala Divisi Advokasi, Sumatera Environmental Initiative (SEI) Andi Suhanda menyampaikan kinerja buruk Kepolisian Daerah Aceh dalam penanganan kasus 12 awak kapal perikanan asal daerah tersebut yang bekerja di kapal ikan asing, yang menjadi korban TPPO.
SEI menyoroti bahwa lemahnya penanganan kasus TPPO di Aceh juga mencerminkan situasi darurat TPPO di Indonesia.
Aparat penegak hukum belum memahami secara utuh UU No. 21 Tahun 2007, sehingga banyak korban terutama nelayan migran gagal diidentifikasi dan dilindungi hak-hak mereka sebagaimana mestinya.
"Kami mengamati penanganan kasus masih minim perspektif korban dan tidak terkoordinasi. Situasi ini menunjukkan negara belum serius menangani TPPO sebagai kejahatan luar biasa," katanya.
Andi mendesak adanya perbaikan menyeluruh, mulai dari pelatihan aparat hingga penegakan hukum yang melindungi hak-hak korban.
Selaras dengan itu, juru kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Fildza Avianti, juga menjelaskan bahwa praktek TPPO, terutama di sektor perikanan terkait erat dengan praktek penangkapan ikan secara ilegal dan eksploitasi sumber daya laut yang tidak berkelanjutan.
"Perlindungan ekosistem laut tidak bisa dipisahkan dengan upaya pelindungan hak asasi para pekerja di sektor laut. Pendekatan HAM dalam pengelolaan sumber daya laut dan perikanan di Indonesia harus diperkuat," kata Fildza.
Massa yang berjumlah sekitar 60 orang itu melanjutkan aksinya di depan Monas untuk menyuarakan tuntutan serta aspirasi mereka. Sejumlah penyintas korban perdagangan orang buruh migran Indonesia sektor darat dan laut turut hadir dalam barisan aksi.
Baca juga: LPSK: Restitusi korban TPPO tetap ada meski dana abadi akan dibentuk
Baca juga: Peringati Hari Anti-TPPO, Wamen P2MI soroti perlunya pencegahan
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.