Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengapresiasi Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dalam menghadirkan Pidato Kebudayaan yang dinilai sebagai sebuah ruang pengetahuan dan refleksi yang telah menjadi tradisi penting dalam kehidupan kebudayaan Kota Jakarta.
“Bagi kami di Pemprov DKI, Pidato Kebudayaan adalah bentuk nyata dari ekosistem budaya yang hidup, ruang di mana gagasan, seni, dan kesadaran sosial bertemu,” kata Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Yustinus Prastowo, dalam sambutannya di Pidato Kebudayaan DKJ 2025, di Jakarta, Senin malam.
Yustinus mengatakan Pidato Kebudayaan bukanlah seremoni tahunan semata, tetapi peristiwa intelektual dan kultural yang menghidupkan kembali suara warga, sejarah yang terpinggirkan, dan memori kota yang terus dinegosiasikan.
“Sejak masa Akademi Jakarta hingga kini diteruskan oleh Dewan Kesenian Jakarta, tradisi ini (Pidato Kebudayaan) menjadi ruang refleksi kritis atas dinamika sosial, politik, dan kebudayaan dengan pijakan pengalaman khas Jakarta,” tutur dia.
Pidato Kebudayaan DKJ 2025 mengangkat “Kota Global: Suara Bajaj dari Cikini" dari sastrawan Afrizal Malna, yang dinilai Yustinus sebagai performativitas seni, dan kejujuran pengalaman warga.
Baca juga: Pidato Kebudayaan DKJ 2025 menyorot visi Jakarta sebagai kota global
Konsistensi Dewan Kesenian Jakarta atas konsistensinya menjaga tradisi Pidato Kebudayaan, lanjut Yustinus, sebagai peristiwa yang membuka ruang dialog antara pikiran dan perasaan, antara sejarah dan masa depan, antara warga dan kotanya.
“Mengajak kita menafsirkan kembali visi Jakarta kota global, bukan dari puncak gedung pencakar langit, tetapi dari jalan-jalan sempit tempat denyut warga berpadu. Menegaskan bahwa Jakarta dibangun oleh tangan-tangan kecil, dan cinta yang keras kepala. Kota global tidak hanya diukur dari infrastruktur dan teknologi, tetapi dari sejauh mana kota ini sanggup menampung, mendengar, dan menghormati warganya,” ujar dia.
Lebih lanjut, Yustinus berharap aemoga Jakarta yang ingin mengaku sebagai kota global tidak akan kehilangan jejak dan akar sejarahnya.
“Kritiklah dengan sekeras-kerasnya dan cintailah dengan sehebat-hebatnya, seperti yang dikatakan Walter Benjamin, kita mesti memunggungi masa depan dengan terus awas dan menatap masa lampau. Jakarta mesti terus menggendong paradoksnya menggapai kota global tanpa kehilangan lokalitasnya,” imbuh dia.
Sebelumnya, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) menyorot visi Jakarta sebagai kota global dalam Pidato Kebudayaan 2025, yang mengangkat tema "Ruang sebagai Agensi: Jakarta, Kota Global, dan Negosiasi Budaya”.
Baca juga: Menteri Kebudayaan dijadwalkan resmikan museum desa di NTB
Baca juga: Indonesia undang delegasi 17 negara hadiri IPACS 2025 di Kupang NTT
Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Indriani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































