Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) untuk menyerahkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kerugian negara di kasus dugaan importasi gula kepada pihak terdakwa Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong).
Perintah tersebut seiring dengan permintaan penasihat hukum Tom Lembong yang menginginkan agar salinan hasil audit BPKP diserahkan untuk dipelajari pihaknya.
"Jadi di hari Kamis tanggal 12 Juni 2025, kami minta penuntut umum untuk langsung menyerahkan hasil audit BPKP tanpa perlu majelis mengingatkan lagi," kata Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Adapun pada Kamis (12/6), diagendakan sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi importasi gula. Hari tersebut merupakan satu minggu sebelum sidang pemeriksaan ahli BPKP digelar pada Kamis (19/6).
Merespons perintah majelis hakim itu, Tom Lembong mengaku bersyukur lantaran hakim akhirnya memutuskan bahwa kejaksaan wajib menyampaikan salinan hasil audit BPKP kepada pihaknya.
"Akhirnya kami akan bisa melihat hitungan BPKP atas kerugian negara yang dituduhkan. Ini bakal super menarik, kami akan bedah bersama hitungan BPKP yang menjadi dasar atas kerugian negara yang dituduhkan," kata Tom Lembong saat ditemui seusai persidangan.
Namun demikian, dirinya merasa penyerahan hasil audit itu sangat terlambat karena baru diserahkan setelah 1,5 tahun penyelidikan dan penyidikan serta 7 bulan ia ditahan.
Sebelumnya, majelis hakim sudah pernah memerintahkan JPU untuk menyerahkan hasil audit BPKP ke pihak Tom Lembong sebelum sidang pemeriksaan ahli.
Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika menyebutkan pemberian hasil audit BPKP mengenai kerugian keuangan negara harus dilakukan dalam kasus yang menyeret Menteri Perdagangan periode 2015–2016 tersebut, untuk memenuhi hak terdakwa dan penasihat hukumnya guna mempelajari serta mengetahui laporan.
"Kami wajibkan penuntut umum menyerahkan laporan tersebut kepada penasihat hukum sebelum pemeriksaan atau pengajuan ahli dari auditor BPKP," kata Hakim Ketua dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/3).
Selain kepada penasihat hukum Tom Lembong, Hakim Ketua juga memerintahkan laporan hasil audit BPKP tersebut diserahkan kepada pihaknya, karena Majelis Hakim juga belum menerima hasil audit itu.
Pemberian hasil audit BPKP, kata Hakim Ketua, juga wajib dilakukan oleh JPU agar persidangan bisa berjalan lancar sesuai agenda yang telah dijadwalkan.
Dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015—2016, Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015—2016 Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar, antara lain, karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada para pihak itu diduga diberikan untuk mengimpor gula kristal mentah guna diolah menjadi gula kristal putih, padahal Tom Lembong mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.
Tom Lembong juga disebutkan tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025