Yogyakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan polemik terkait pengusulan gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 RI Soeharto perlu diurai melalui dialog kebangsaan yang terbuka dan menyeluruh.
"Semua harus ada dialog dan titik temu. Perspektif kita menghargai tokoh-tokoh bangsa yang memang punya sisi-sisi yang tidak baik, tetapi juga ada banyak sisi-sisi baiknya," ujar Haedar Nashir di Yogyakarta, Selasa.
Haedar menyebut sejarah bangsa Indonesia kerap diwarnai tarik ulur dalam pemberian gelar pahlawan karena belum tercapainya titik temu dalam memandang tokoh secara utuh.
Dia mencontohkan Presiden pertama RI, Soekarno, yang sempat tertunda mendapat gelar Pahlawan Nasional karena perdebatan semacam itu.
"Dulu kita kontroversi soal Bung Karno. Padahal beliau adalah tokoh sentral, proklamator, dan lain sebagainya," ujarnya.
Menurut Haedar, hal serupa juga pernah terjadi pada tokoh-tokoh dari kekuatan masyarakat, seperti Muhammad Natsir dan Buya Hamka, yang sempat mengalami kesulitan dalam proses pengusulan gelar pahlawan, namun akhirnya mendapatkan pengakuan negara.
Haedar berharap bangsa Indonesia tak lagi mengulang pola tersebut.
Dia mengajak semua pihak melihat tokoh bangsa secara lebih utuh dan menjadikan proses penilaian kepahlawanan sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional.
"Ke depan, coba bangun dialog untuk rekonsiliasi. Lalu, dampak dari kebijakan-kebijakan yang dulu berakibat buruk pada hak asasi manusia (HAM) dan lain sebagainya itu diselesaikan dengan mekanisme ketatanegaraan yang tentu sesuai koridornya," kata dia.
Haedar berharap proses pembahasan terkait gelar kepahlawanan bisa menjadi pembelajaran kolektif agar bangsa ke depan tidak terjebak dalam konflik yang kontradiktif.
"Saya selalu berpesan bahwa jatuhnya setiap tokoh bangsa yang besar itu karena godaan kekuasaan yang tak berkesudahan. Nah, di sinilah semua harus belajar tentang nilai-nilai kepahlawanan bahwa tokoh bangsa saat ini dan ke depan harus sudah selesai dengan dirinya," tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Selasa (18/3), mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.
Beberapa tokoh yang kembali diusulkan, antara lain Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Soeharto (Jawa Tengah), Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).
Sementara itu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini, yaitu Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur).
Baca juga: Istana sebut wajar mantan presiden diusulkan sebagai pahlawan nasional
Baca juga: Mensos jelaskan alur pengusulan Soeharto jadi pahlawan nasional
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2025