Gelombang panas ekstrem, urgensi tindakan tangani isu iklim (Bagian 2)

2 months ago 27

London (ANTARA) - Dampak yang meluas

"Melalui pengaruhnya terhadap gelombang panas ekstrem, perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia menimbulkan beban besar bagi masyarakat, menyebabkan ribuan kematian dini dan tekanan berat terhadap infrastruktur serta ekosistem," kata Fredi Otto, ilmuwan utama di proyek World Weather Attribution. "Hal ini juga menyebabkan kerugian pertanian yang signifikan dan penurunan produktivitas."

Selain itu, dampaknya terhadap kesehatan masyarakat dan sektor vital lainnya pun terus meningkat. Menurut analisis waktu nyata (real-time) tahun 2025 dari London School of Hygiene & Tropical Medicine dan Imperial College London, diperkirakan sekitar 570 orang di Inggris dan Wales meninggal akibat suhu tinggi antara 19 dan 22 Juni.

Otoritas kesehatan telah mengeluarkan peringatan seiring suhu mendekati 39 derajat Celsius di negara-negara seperti Bosnia dan Herzegovina serta Serbia, dengan beberapa wilayah mengalami bulan Juni terkering yang pernah tercatat.

Rumah sakit melaporkan meningkatnya kasus sengatan panas (heatstroke), dehidrasi, dan gangguan kardiovaskular. Pejabat publik mendorong warga untuk tetap terhidrasi, membatasi aktivitas luar ruangan, dan menjaga tetangga yang rentan.

Sektor pertanian juga berada dalam tekanan berat. Di banyak bagian Eropa, kekeringan berkepanjangan dan panas ekstrem telah membuat tanah sangat kering, mengancam tanaman utama seperti jagung dan bunga matahari serta menurunkan hasil panen gandum, termasuk barley.

Hutan juga menjadi rentan terhadap kebakaran dan serangan hama, diperparah oleh musim dingin yang lebih hangat.

Laporan agrometeorologi HungaroMet pada Juni 2025 menyoroti kekeringan ekstrem di sebagian besar wilayah Hongaria. Di wilayah tengah dan tenggara negara itu, curah hujan sejak Maret tercatat 40-100 mm di bawah rata-rata. Kelembapan tanah lapisan atas berada di bawah 20 persen di sebagian besar wilayah, daun jagung dan bunga matahari menggulung, bahkan panen awal barley pun turut terdampak.

Sistem infrastruktur juga mengalami tekanan. Jalan dan rel kereta melengkung karena tekanan panas, jaringan listrik menghadapi lonjakan permintaan, dan banyak daerah mengalami kekurangan air.

Kerugian ekonomi pun terus bertambah. Bank Dunia memperingatkan bahwa jika tren ini berlanjut, gelombang panas ekstrem dapat mengurangi produk domestik bruto (PDB) tahunan di kota-kota Eropa dan Asia Tengah hingga 2,5 persen pada 2050.

Perlu langkah mitigasi dan adaptasi yang mendesak

Pemerintah dan komunitas memperkuat upaya untuk melindungi kesehatan masyarakat dan beradaptasi dengan iklim yang semakin panas. Di Inggris, peringatan cuaca tingkat amber telah dikeluarkan bersama dengan pesan publik yang meluas tentang keselamatan saat cuaca panas.

Foto dari udara dengan menggunakan drone ini memperlihatkan orang-orang membersihkan lumpur di lapangan sepak bola stadion Cun Chao di Rongjiang, Provinsi Guizhou, China, 25 Juni 2025. Hujan deras yang terus-menerus dan aliran air dari hulu telah memicu banjir parah di dua wilayah di Provinsi Guizhou, China, yang mendorong evakuasi massal.(Xinhua/Long Jianrui)

Sejumlah dewan lokal secara proaktif memeriksa kondisi warga rentan dan membuka pusat pendingin. Di seluruh Eropa, langkah-langkah serupa juga sedang dijalankan. Slovenia telah mengaktifkan protokol darurat, memperpanjang jam buka kolam renang, serta menyebarluaskan panduan kesehatan melalui berbagai saluran.

Para pakar menekankan bahwa meskipun respons jangka pendek sangat penting, adaptasi jangka panjang jauh lebih krusial. "Kota-kota, khususnya, harus menerapkan langkah-langkah untuk mengurangi dampak gelombang panas, seperti menambah ruang hijau dan menyediakan area teduh," kata Andreas Walter.

Penghijauan kota, permukaan reflektif, dan arsitektur yang ramah iklim semakin dipromosikan sebagai strategi utama untuk melawan efek pulau panas perkotaan (Urban Heat Island/UHI).

Di tingkat kebijakan, beberapa negara mulai menunjukkan kemajuan. Slovenia, misalnya, telah memasukkan adaptasi perubahan iklim ke dalam perencanaan nasional, dengan fokus pada infrastruktur, pengelolaan sumber daya air, dan pengurangan risiko bencana. Namun, para pakar memperingatkan bahwa adaptasi saja tidak cukup.

"Mengurangi emisi gas rumah kaca tetap penting untuk membatasi semakin parahnya cuaca ekstrem bagi generasi mendatang, namun ada juga kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesiapan kita menghadapi cuaca ekstrem panas, kering, tetapi juga basah yang lebih parah lagi seiring dengan terus menghangatnya iklim," ujar Richard Allan.

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |