Mengenal quiet covering dan dampaknya pada karir karyawan Gen Z

1 hour ago 1

Jakarta (ANTARA) - Istilah quiet covering belakangan ramai diperbincangkan, terutama di kalangan Gen Z yang mulai memasuki dunia kerja. Dinamika kerja di era modern melahirkan berbagai istilah baru yang menggambarkan bagaimana pekerja menyikapi tuntutan dan ekspektasi perusahaan.

Fenomena quiet covering dianggap memberi makna tersendiri bagi karyawan Gen Z. Mereka ingin diterima di lingkungan kerja tanpa harus kehilangan peluang untuk berkembang dalam karir. Intinya, mereka hanya berharap dihargai atas kompetensi dan kontribusi yang diberikan.

Lalu, sebenarnya apa yang dimaksud dengan quiet covering hingga menjadi kebiasaan di kalangan Gen Z di tempat kerja? Berikut penjelasannya yang telah dirangkum dari berbagai sumber.

Baca juga: 12 tanda bahwa seseorang tidak dewasa secara emosional

Pengertian quiet covering

Istilah quiet covering pertama kali dikenalkan oleh Profesor Kenji Yoshino. Konsep ini merujuk pada praktik seseorang yang menyembunyikan identitas pribadi demi menghindari diskriminasi, stereotip, maupun penilaian negatif.

Secara sederhana, quiet covering bisa diartikan sebagai kecenderungan karyawan untuk menutup kehidupan pribadinya. Tujuannya agar tetap terlihat profesional dan dianggap lebih layak ketika ada peluang promosi jabatan.

Di kalangan Gen Z, praktik ini kerap ditunjukkan dengan memasang ekspresi datar atau wajah tanpa emosi saat berinteraksi, sehingga orang lain sulit membaca ketertarikan maupun kondisi sebenarnya. Dengan cara itu, quiet covering seolah menjadi bentuk perlindungan diri dari penilaian orang lain.

Bahkan, hampir separuh Gen Z memilih menutupi masalah pribadi, baik terkait pengalaman hidup maupun kesehatan mental. Mereka ingin menunjukkan bahwa generasi ini bukan generasi yang rapuh, melainkan mampu menguatkan diri di lingkungan kerja agar tetap terlihat profesional.

Alasan quiet covering

Hasil riset dari Hu-X dan Hi-Bob menunjukkan bahwa 97 persen karyawan pernah melakukan quiet covering setidaknya beberapa kali, dan 67 persen melakukannya cukup sering.

Temuan tersebut juga memperlihatkan bahwa Gen Z memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk menyembunyikan identitas pribadi dibandingkan generasi Baby boomers. Beberapa alasan utama Gen Z melakukan quiet covering antara lain:

• Menjaga profesionalisme (55 persen)

• Mencari penerimaan sosial (48 persen)

• Menghindari diskriminasi (46 persen)

• Membuka peluang kenaikan gaji, promosi, atau bonus (46 persen)

• Meningkatkan penilaian kinerja tahunan (43 persen)

Baca juga: Psikolog: Seimbangkan waktu untuk kesenangan diri dan tanggung jawab

Dampak quiet covering

Setiap perilaku tentu menimbulkan konsekuensi tertentu, tergantung pada kemampuan beradaptasi dan kecerdasan emosional individu. Namun, jika quiet covering dilakukan secara berlebihan, beberapa dampak negatif yang mungkin muncul di antaranya:

• Menurunnya produktivitas

• Berkurangnya motivasi kerja

• Terhambat-nya perkembangan karir

• Terpengaruh-nya kehidupan pribadi di luar kantor

• Meningkatnya risiko stres

• Dampak buruk bagi kesehatan mental

Baca juga: Mengenal "functional freeze", kondisi beku seseorang yang alami stres

Baca juga: Jangan remehkan, ini dampak kurang tidur bagi kesehatan tubuh & mental

Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |