Jakarta (ANTARA) - Fenomena awan tebal menjulang tinggi yang disertai kilatan petir sempat menghebohkan warga Bandung hingga Garut pada, Senin (22/9). Awan tersebut dikenal sebagai cumulonimbus, salah satu jenis awan yang kerap dikaitkan dengan cuaca ekstrem.
Tak hanya menimbulkan hujan deras, guntur, dan badai, awan cumulonimbus juga menjadi perhatian serius di dunia penerbangan. Pasalnya, keberadaan awan ini bisa mengganggu keselamatan pesawat ketika lepas landas, mendarat, maupun saat berada di udara.
Lantas, apa saja bahaya awan cumulonimbus bagi penerbangan? Dengan mengetahui dampaknya, diharapkan masyarakat maupun para penumpang pesawat bisa lebih memahami potensi risikonya, sementara pihak maskapai dan pilot dapat mengambil langkah antisipasi yang tepat demi menjaga keselamatan penerbangan.
Berikut ini adalah bahayanya dari awan cumulonimbus bagi penerbangan, berdasarkan informasi yang telah dihimpun dari berbagai sumber.
Baca juga: Awan cumulonimbus muncul di Bandung hingga Garut, apa ciri-cirinya?
Bahaya awan cumulonimbus bagi penerbangan
Berdasarkan informasi dari SKYbrary serta sejumlah sumber lainnya, awan cumulonimbus (CB) dapat menimbulkan sejumlah risiko serius bagi penerbangan, di antaranya:
1. Turbulensi
Gerakan udara vertikal di dalam awan cumulonimbus bisa mencapai kecepatan hingga 50 knot. Kombinasi antara arus naik (updraft) yang kuat dengan arus turun (downdraft) yang sama-sama ekstrem dapat menimbulkan geseran angin serta turbulensi hebat.
Kondisi ini sangat berbahaya, terutama bagi pesawat yang sedang lepas landas atau mendarat, karena angin di sekitar CB kerap berubah-ubah arah maupun kekuatannya.
2. Gangguan listrik
Pesawat yang melintas di dekat awan CB berpotensi mengalami gangguan pada sistem komunikasi maupun navigasi akibat adanya aktivitas listrik di atmosfer. Meski gangguan ini umumnya tidak sampai membahayakan langsung keselamatan penerbangan.
Keberadaan-nya menjadi tanda jelas bahwa pesawat berada dekat dengan CB. Fenomena ini dikenal dengan sebutan St. Elmo’s Fire. Namun, jika kondisinya semakin ekstrem, pesawat pun berisiko tersambar petir.
Baca juga: Kilatan Gunung Guntur & Papandayan, BPBD: Itu hanya fenomena alam
3. Curah hujan ekstrem
Awan cumulonimbus juga bisa menghasilkan hujan es yang cukup besar untuk menimbulkan kerusakan serius pada struktur pesawat. Selain itu, curah hujan dalam bentuk es, salju, atau air deras dapat membasahi hingga mengotori landasan pacu, sehingga menyulitkan proses lepas landas maupun pendaratan.
4. Cuaca ekstrem lainnya
CB kerap disertai fenomena cuaca berbahaya, seperti angin kencang, semburan mikro (microburst), bahkan pembentukan awan corong yang bisa berkembang menjadi tornado.
Karena sifatnya yang berbahaya, pilot sebisa mungkin menghindari awan cumulonimbus. Awan ini berada di ketinggian rendah hingga menengah dengan ukuran sangat besar, lebarnya dapat mencapai 1–10 km, sementara puncaknya bisa menjulang hingga 10–17 km. Dengan karakter gelap, pekat, serta penuh muatan listrik dan pusaran udara kuat, CB sering kali menjadi “mimpi buruk” bagi dunia penerbangan.
Baca juga: Periset BRIN ungkap cara mengenai cuaca ekstrem melalui awan
Baca juga: BMKG: Waspadai angin kencang akibat pertumbuhan awan Cumulonimbus
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.