Jakarta (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa dalam pengembangan carbon capture storage (CCS), karbon dioksida atau CO₂ yang diimpor ke Indonesia harus diregistrasi.
“Kami menganggap bahwa CO₂ adalah substansi bahaya, maka setiap impor CO₂ ke Indonesia harus diregistrasi setiap segmen atau perusahaan,” ucap Koordinator Pengembangan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional Kementerian ESDM Dwi Adi Nugroho, dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), Jakarta, Selasa.
Pendaftaran CO₂ ke sistem nasional itu nantinya menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengembangkan aspek keselamatan, perubahan, dan identifikasi emitter.
“Penting bagi kami untuk melihat spesifikasinya,” ucap Dwi.
Pengaturan transportasi CCS lintas batas di Indonesia telah termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (Carbon Capture and Storage/Utilization and Storage, CCS/CCUS).
Perpres ini mensyaratkan perjanjian bilateral antarnegara sebagai pedoman bagi pihak terkait untuk mengeluarkan rekomendasi atau izin yang diperlukan, di mana mekanisme transportasi karbon (CO₂) tersebut hanya dapat berjalan melalui koordinasi antar lembaga dari negara pengirim dan penerima.
“Ketika kami memiliki kolaborasi atau perjanjian dengan negara lain, kami harus tahu siapa yang mengirim CO₂, dan untuk transportasi, permohonan akan diselesaikan oleh agensi dari kedua negara,” ujar Dwi.
Di hadapan para pemangku kepentingan bidang energi, Dwi juga menekankan bahwa proses CCS harus dilakukan dengan pengukuran CO₂ yang terkalibrasi di setiap tahapan proses, mulai dari titik pengiriman antara produsen dan pemegang izin pengangkutan, hingga operator penyimpanan.
"Kerja sama lintas batas dalam CCS membutuhkan komitmen jangka panjang, kejelasan tanggung jawab, dan penerimaan publik. Yang terpenting, tindakan lintas batas ini harus memberikan manfaat bersama (mutual benefit)," kata dia.
Sebelumnya, Anggota Komisi XII DPR RI Cek Endra mengatakan Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) harus diatur jelas Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas (RUU Migas) demi mendorong pembentukan regulasi energi nasional yang adaptif dan progresif.
Menurut dia, Indonesia memiliki potensi geologi yang besar untuk menjadi hub penyimpanan karbon di kawasan Asia Tenggara, terutama di wilayah bekas ladang minyak dan gas yang sudah tidak produktif.
Oleh karena itu, keberadaan regulasi yang jelas, terintegrasi, dan pro-investasi akan menjadi kunci agar potensi ini dapat dimanfaatkan secara optimal.
Dengan dukungan regulasi yang kuat, dia berharap teknologi CCS/CCUS menjadi pengungkit strategis dalam upaya Indonesia mencapai target Net Zero Emission 2060, sekaligus mempertahankan daya saing sektor energi di tengah tren transisi global yang semakin kompetitif.
Baca juga: Perpres CCS siap dirilis, atur penerapan teknologi hingga impor karbon
Baca juga: Anggota DPR: CCS dan CCUS harus diatur jelas dalam RUU Migas
Baca juga: ESDM nilai CCS/CCUS jadi peluang RI percepat target emisi nol karbon
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.