Bangkok (ANTARA) - Sorak penonton di Chulalongkorn University, Bangkok, seketika riuh ketika wasit mengangkat tangan Vicky Tahumil Junior.
Angka di papan skor menunjukkan 3-2 untuk petinju yang berada di sudut merah.
Laga itu menegangkan dan penuh tekanan. Namun pada akhirnya cukup untuk memastikan medali emas kelas 51 kilogram putra SEA Games 2025 Thailand menjadi milik Indonesia.
Di hadapan Vicky berdiri petinju tuan rumah Thitisan Panmot dengan dukungan penuh publik Thailand.
Bertanding di rumah lawan memang kerap menjadi momok. Namun bagi Vicky, final tersebut bukan tentang siapa lawannya, melainkan sejauh apa ia mempercayai proses yang telah dijalani.
“Saya tidak berpikir lawan siapa, meskipun tuan rumah. Ini hari terakhir, dan saya percaya dengan persiapan yang saya lakukan,” kata Vicky selepas laga.
Keyakinan itu lahir dari perjalanan panjang yang ditempuh selama enam bulan terakhir. Seleksi nasional di Kementerian Pemuda dan Olahraga menjadi pintu awal, disusul program try out ke Vietnam, Uzbekistan, dan Thailand.
Dari sana, ia bukan hanya menambah jam terbang, tetapi juga dipaksa keluar dari zona nyaman.
Permainan Vicky berubah.
“Gaya saya sebenarnya bukan seperti ini. Tapi pelatih tahu saya sudah berpengalaman. Saya diminta mengubah cara bertanding,” ujarnya.
Perubahan itu berangkat dari satu keunggulan Vicky dari postur tubuh. Di kelas 51 kilogram, Vicky relatif lebih tinggi. Ia pun diminta bermain jarak, menjaga ritme, dan memaksa lawan bekerja lebih keras untuk mendekat.
Kakinya harus terus bergerak, bertahan tetap lincah, dan siap mengantisipasi setiap serangan maju.
Pendekatan tersebut tidak datang dari satu kepala. Tim pelatih, termasuk sentuhan pelatih asing asal Thailand, Khamanit Nareerakst, memberi warna baru dalam teknik dan cara berpikirnya di atas ring.
“Saya percaya 100 persen kepada pelatih,” kata Vicky.
Kepercayaan itu diuji sejak awal turnamen. Di perempat final, Vicky harus bekerja keras menyingkirkan petinju Malaysia Muhammad Abdul Qaiyum Ariffin dengan skor ketat 3-2.
Laga berjalan keras, penuh adu strategi, dan menguras energi.
Ujian sesungguhnya datang di semifinal. Menghadapi wakil Vietnam Minh Cuong Nguyen, Vicky tampil jauh lebih tenang.
Ia mengendalikan jarak dan tempo, hingga akhirnya menang mutlak 5-0. Dua laga itu menjadi bekal penting menuju final, baik secara teknis maupun mental.
Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































