Jakarta (ANTARA) - Lembaga Analis Kebijakan Publik dan Perlindungan Sosial (ELKAPE) mengatakan proses seleksi pejabat pengelola BPJS dan DJSN harus berada di bawah pengawasan publik karena menyangkut dana jaminan sosial berasal dari iuran pekerja, pemberi kerja, dan APBN.
Direktur ELKAPE German Anggent di Jakarta, Jumat, mengatakan pihaknya mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik kepada Komisi Informasi Pusat (KIP) mengenai permintaan informasi terkait proses seleksi Panitia Seleksi dalam BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, serta calon anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
“Sebagai lembaga publik, pansel wajib membuka seluruh informasi yang bersifat mendasar dalam proses seleksi. Keterbukaan ini bukan sekadar formalitas, tetapi esensi dari perlindungan hak konstitusional peserta jaminan sosial. Tanpa transparansi, publik tidak dapat memastikan objektivitas dan kualitas proses seleksi,” ujar dia.
Dia menjelaskan keterbukaan informasi diperlukan untuk memastikan tidak adanya konflik kepentingan dalam penilaian, objektivitas penentuan skor, integritas proses seleksi, kepatuhan pansel pada prinsip tata kelola yang baik.
Selain itu, kepercayaan publik terhadap BPJS dan DJSN sebagai institusi penyelenggara jaminan sosial.
"Permohonan ini diajukan karena ELKAPE menilai bahwa proses keterbukaan informasi terkait Panitia Seleksi (Pansel) Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, serta calon anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) belum terpenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," katanya.
ELKAPE sebelumnya telah mengajukan permintaan informasi resmi kepada instansi terkait mengenai sejumlah dokumen dan data penting dalam proses seleksi, antara lain daftar lengkap peserta seleksi, skor penilaian administrasi, asesmen, dan wawancara, mekanisme evaluasi dan pedoman penilaian, serta risalah sidang pansel terkait rekomendasi calon.
Namun, katanya, hingga batas waktu yang ditentukan oleh UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), informasi tersebut tidak diberikan secara lengkap.
"ELKAPE menilai hal ini berpotensi menghambat prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam proses seleksi pejabat publik yang mengelola dana jaminan sosial yang menyangkut hak konstitusional jutaan peserta BPJS," ujarnya.
Menurut dia, permohonan penyelesaian sengketa yang diajukan ELKAPE merupakan langkah hukum sesuai mandat UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
ELKAPE meminta KIP Pusat untuk memerintahkan pansel membuka seluruh dokumen terkait seleksi, memastikan pansel menjalankan kewajiban sebagai badan publik.
"Menetapkan standar layanan informasi untuk proses seleksi pejabat publik agar tidak menimbulkan preseden tertutup di masa mendatang," katanya.
ELKAPE menegaskan bahwa langkah ini bukan bentuk perlawanan melainkan upaya memperkuat tata kelola jaminan sosial nasional.
Pihaknya mendorong Presiden Republik Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Ketenagakerjaan, serta Sekretariat Kabinet untuk memastikan bahwa seluruh proses seleksi pejabat BPJS dan DJSN berjalan transparan dan akuntabel.
“Dana BPJS adalah dana publik. Pejabat yang mengelolanya harus dipilih melalui proses yang terbuka, terukur, dan memenuhi prinsip-prinsip meritokrasi. Kami meminta pemerintah memastikan bahwa standar keterbukaan ini ditegakkan,” ujarnya.
Baca juga: Keterbukaan informasi harus selaras dengan perlindungan data pribadi
Baca juga: Predikat informatif badan publik bukan pajangan tapi komitmen
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































