DPRD diingatkan tak tergoda retorika manis dalam transformasi PAM Jaya

1 hour ago 2

Jakarta (ANTARA) - Aktivis dan pemerhati kebijakan publik Taufik Tope Rendusara mengingatkan DPRD DKI Jakarta agar tidak tergoda pada retorika manis dalam transformasi Perumda PAM Jaya menjadi Perseroan Daerah (Perseroda) yang justru berpotensi menambah beban masyarakat.

Taufik dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, mengatakan saat ini DPRD memegang dua dokumen utama, yakni Rev7 PAM Jaya dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang disusun oleh Badan Pembinaan BUMD.

Rev7 PAM Jaya merujuk pada revisi atau rancangan perubahan ke-7 terkait Perusahaan Umum Daerah (Perumda) PAM Jaya yang sedang dibahas oleh DPRD.

"Rev7 isinya manis di telinga tapi miskin solusi. Seolah-olah semua masalah PAM Jaya selesai hanya dengan mengganti status hukum jadi Perseroda. Bagus di slide Power Point, tapi rapuh ketika diuji kenyataan,” ujar Taufik.

Sementara Raperda tersebut, kata dia, lebih teknokratik dan realistis, tapi tidak kalah bermasalah. Raperda itu memuat keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sisa beban kontrak lama dengan operator swasta Palyja dan Aetra, serta skema pembiayaan jumbo Rp23,9 triliun bersama PT Moya yang sarat risiko bunga tinggi.

"Intinya, Jakarta butuh modal besar, dan investor sudah siap masuk. Masalahnya, siapa yang akan menanggung konsekuensinya? Lagi-lagi masyarakat," kata Taufik.

Baca juga: Transformasi dan IPO PAM Jaya dinilai perkuat pengawasan publik

Dia menilai kedua dokumen itu memiliki kelemahan yang mendasar, yakni Rev7 terlalu normatif, sementara Raperda terlalu fokus pada pembiayaan. Keduanya sama-sama tidak menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas.

“Kalau DPRD hanya mengamini Rev7, itu sama saja ikut promosi investor. Kalau DPRD hanya tunduk pada logika Raperda, tetap saja rakyat yang membayar mahal. Padahal air bukan komoditas, tapi kebutuhan dasar yang wajib dijamin negara,” tutur Taufik.

Dia juga mengingatkan pengalaman pahit privatisasi air Jakarta pada masa lalu, yaitu kontrak 25 tahun dengan Palyja dan Aetra yang membuat PAM Jaya lumpuh sehingga tarif air di Jakarta menjadi salah satu yang termahal di Indonesia, sementara pelayanan tetap buruk.

“Jangan sampai DPRD mengulang kesalahan sejarah dengan membuka pintu privatisasi baru. Transformasi PAM Jaya hanya sah jika ada jaminan jelas bahwa tarif, distribusi, dan akses masyarakat miskin tetap dikendalikan pemerintah,” tegas Taufik.

Dia menambahkan, tidak ada satupun ulasan terkait ancaman privatisasi terselubung, prioritas investasi untuk akses dan NRW, serta tarif khusus yang lebih murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

“Rakyat Jakarta tidak butuh janji investor atau presentasi PowerPoint yang indah. Rakyat butuh air yang mengalir, terjangkau, dan bebas dari kontrak yang memberatkan. Kalau DPRD gagal, publik akan menilai: dewan ikut melegitimasi penjualan hak dasar warga," ungkap Taufik

Baca juga: Transformasi Perseroda dinilai mampu tingkatkan pelayanan PAM Jaya

Seperti diketahui, rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) Perumda PAM Jaya menuai pro dan kontra.

Sebelum melakukan IPO, Pemprov DKI berkeinginan mengubah status PAM Jaya terlebih dahulu dari Perumda menjadi Perseroda.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menegaskan rencana perubahan status Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya dari Perumda menjadi Perseroda bertujuan mengembangkan perusahaan tersebut agar lebih baik.

“Tentunya, Perseroda itu semata-mata untuk membuat PAM Jaya lebih bisa berkembang, termasuk untuk investasi lebih baik. Dan pasti saya dan Pak Wagub (Rano Karno) memikirkan hal ini untuk kebaikan PAM Jaya. Tidak ada keinginan sama sekali membuat Perseroda itu menjadikan PAM Jaya tidak baik,” tutur Pramono pada 9 September 2025.

Sebelumnya, Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Dimaz Raditya meminta agar perubahan status badan hukum PAM Jaya dari Perumda menjadi Perseroda tidak dikaitkan dengan IPO terlebih dahulu.

"Sekarang, kita fokus saja ke perubahan dari Perumda ke Perseroda," kata Dimaz pada 11 September 2025.

Menurut dia, dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menuju IPO karena banyak persyaratan yang perlu dilengkapi oleh perusahaan.

Selain itu, dia menuturkan salah satu kekhawatiran masyarakat terkait perubahan badan hukum PAM Jaya tersebut, yaitu kenaikan tarif.

"Dengan perubahan ini, sebenarnya tidak juga serta-merta menjadi PAM Jaya bisa diintervensi oleh pihak lain untuk bisa menjadi komersil," terang Dimaz.

Baca juga: PAM Jaya bakal bangun 700 km sambungan pipa air bersih di 2026

Baca juga: IPO PAM Jaya tak akan pengaruhi tarif air bersih

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |