Hamilton, Kanada (ANTARA) - Dewan Keamanan (DK) PBB, Jumat (19/9) gagal mengesahkan rancangan resolusi yang bertujuan mencegah pemberlakuan kembali atau snapback sanksi terhadap Iran yang sebelumnya dicabut berdasarkan Kesepakatan Nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Rancangan resolusi yang diajukan Korea Selatan selaku presiden DK PBB bulan ini tersebut berupaya mempertahankan pencabutan sanksi dengan menetapkan bahwa ketentuan dari resolusi sanksi sebelumnya tetap berakhir.
Namun, usulan itu tidak mendapatkan sembilan suara dukungan yang diperlukan. Rusia, China, Pakistan, dan Aljazair mendukung, sementara Guyana dan Korea Selatan abstain. Sembilan anggota lainnya --- Inggris, Prancis, Denmark, Slovenia, Sierra Leone, Panama, Amerika Serikat, Yunani, dan Somalia --- menolak.
Dengan hasil itu, resolusi gagal disahkan, membuka jalan bagi diberlakukannya kembali sanksi sesuai mekanisme snapback dalam JCPOA dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 yang mengesahkan kesepakatan nuklir pada 2015.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menegaskan setelah pemungutan suara bahwa dukungan Rusia tidak berarti perubahan posisi.
Baca juga: Khamenei: hubungan buruk Iran-AS tak dapat diperbaiki
Menurutnya, dukungan itu hanya untuk memastikan pencabutan sanksi tetap berlaku karena dianggap sebagai keputusan yang benar secara politik dan hukum.
Ia menuding negara-negara Eropa tidak sungguh-sungguh menjaga jalur diplomasi serta mengabaikan serangan Israel terhadap Iran.
Duta Besar China untuk PBB Fu Cong juga menekankan dukungan terhadap kelanjutan pencabutan sanksi Iran. Ia menolak dorongan sejumlah negara untuk menerapkan mekanisme snapback yang disebutnya merusak upaya diplomasi penyelesaian politik isu nuklir Iran.
Fu Cong bahkan menuding AS melancarkan serangan militer secara gegabah terhadap fasilitas nuklir Iran, yang justru merusak proses negosiasi yang diinisiasi Washington sendiri.
Sementara itu, Duta Besar Inggris Barbara Woodward menyambut baik hasil pemungutan suara. Ia menegaskan resolusi itu merupakan bagian penting dari proses snapback dalam Resolusi 2231.
Inggris, kata dia, menolak karena jika disahkan, resolusi tersebut akan secara permanen menghapus enam resolusi DK terkait program nuklir Iran, sehingga menghilangkan isu penting itu dari agenda dewan.
Woodward juga menuduh Iran gagal mematuhi JCPOA dan melanggar kewajiban hukumnya.
Dalam konferensi pers usai sidang, Duta Besar Iran untuk PBB Amir Saeid Iravani menolak keputusan tersebut. Ia menyalahkan AS dan tiga negara Eropa (E3) karena merusak diplomasi dan rezim nonproliferasi.
Baca juga: Iran: pembicaraan dengan AS tergantung kepentingan nasional
Menurutnya, langkah itu merupakan penyalahgunaan proses politik. Ia menekankan bahwa program nuklir Iran tidak akan hancur oleh bom, tidak akan berhenti oleh sanksi, dan tetap berada di jalur damai.
E3 yang terdiri dari Inggris, Prancis, dan Jerman adalah penandatangan kesepakatan nuklir 2015 yang membatasi aktivitas nuklir Iran.
Berdasarkan kesepakatan yang disahkan DK PBB, Iran sepakat membatasi pengayaan uranium dan mengizinkan inspeksi internasional untuk memastikan program nuklirnya hanya bersifat damai.
Namun, setelah serangan AS dan Israel terhadap Iran, Teheran menghentikan kerja sama dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dengan alasan lembaga tersebut tidak netral.
Pada 28 Agustus, E3 mengaktifkan mekanisme snapback sesuai Resolusi 2231 DK PBB. Mekanisme ini memungkinkan pemulihan sanksi dalam waktu 30 hari apabila Iran gagal memenuhi kewajibannya.
Baca juga: Iran tolak klaim bela diri AS atas serangan ke fasilitas nuklir
Penerjemah: Primayanti
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.