Jakarta (ANTARA) - Tanah kota yang sakit ternyata tengah menjadi isu besar di dunia. Tahun ini badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu Food and Agriculture Organization tengah mempromosikan tanah sehat untuk kota yang sehat.
Dengan jargon ‘Healthy Soils for Healthy Cities’ lembaga dunia tersebut fokus pada tanah di wilayah urban yang menderita karena sakit akibat tersegel beton dan aspal dalam wujud bangunan, jalan, pedestrian, hingga lahan parkir.
Di kota-kota besar di dunia, tanah semakin jarang terlihat. Ia hilang tertutup rapat oleh lapisan beton, aspal, dan bangunan yang menjulang.
Tanah seolah tersembunyi, tersisih dari pandangan dan dari fungsi aslinya. Anak-anak tak dapat lagi bermain tanah.
Fenomena ini dikenal sebagai soil sealing, penyegelan tanah oleh material kedap air seperti aspal dan semen, yang kini menjadi wajah baru dari peradaban urban.
Padahal, jika planet bumi ibarat tubuh mahluk hidup seperti manusia, maka tanah adalah kulit tipis yang sangat berharga. Kulit seharusnya dapat “bernapas”, meresapkan air, menukar udara, menyerap panas, dan melepaskan panas.
Namun, ketika tanah tertutup rapat, bumi menjadi seperti manusia yang dilumuri cat perak pada tubuh “manusia silver” di jalanan.
Tampak mengilap di luar, tapi di dalam menyiksa. Tanah yang tersegel tak lagi dapat berkeringat, tak lagi mampu menyalurkan air, dan tentu tak bisa menyerap udara.
Tanah di perkotaan sejatinya berfungsi penting. Tanah menyaring, menetralkan, dan membersihkan bumi dari polusi di atmosfer yang diproduksi manusia. Saat hujan turun, butiran air membawa partikel debu, logam berat, dan polutan dari udara ke permukaan tanah.
Pada tanah yang sehat, maka polutan yang terlarut bersama air hujan terserap ke dalam tanah. Di dalam tanah terkandung partikel klei, pasir, debu, dan bahan organik.
Di antara semua material tersebut, klei dan bahan organik yang paling banyak menangkap cemaran tersebut dalam bentuk yang stabil.
Hasilnya air yang keluar menjadi air tanah lebih bersih. Prosesnya mirip dengan menyaring air keruh pada ember yang diisi dengan tanah, pasir, dan arang. Air keruh yang melewati ember berisi material tersebut keluar dalam kondisi bening dan bebas cemaran.
Baca juga: BNPB ungkap alih fungsi hutan memperparah longsor di Bandung Barat
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































