Depresi bukanlah aib, tidak perlu takut untuk berobat

2 months ago 15

Jakarta (ANTARA) - Psikiater lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, SpKJ-K menekankan bahwa mengalami depresi bukanlah sesuatu yang aib.

"Kita harus memberikan edukasi kepada dia bahwa orang depresi itu bukan aib bukan hal yang tabu. Depresi itu ada di mana-mana, itu wajar," kata Adhi dalam diskusi kesehatan mental di Jakarta pada Kamis.

Adhi menyampaikan bahwa orang terdekat berperan penting dalam mendukung penderita depresi, seperti mengingatkan untuk tidak melukai diri dan segera mencari pertolongan medis.

Baca juga: Sayangnya kesadaran berobat untuk depresi masih sedikit

Menurut dia, pengobatan gangguan jiwa tidak perlu dikhawatirkan secara finansial, karena kini bisa melalui BPJS Kesehatan.

"Kalau gak punya uang, pakai BPJS. Pemerintah sudah meng-cover ini, mulai dari obat-obatan anti-depresi, anti-cemas. Jadi, gak ada alasan orang sakit jiwa, itu tidak berobat," ujar dia.

Depresi dinilai sebagai penyakit kronis sehingga harus ditangani dengan tepat.

Baca juga: Studi tunjukkan diet ala Jepang dapat membantu melawan depresi

Dijelaskan olehnya, depresi memiliki trias sebagai kriteria, mencakup hilang minat dan kesenangan, mudah lelah baik fisik maupun mental, hingga murung seperti sedih, sering nangis kosong hampa dalam hidup. Terdapat gejala tambahan mengalami depresi, mencakup gangguan tidur, gangguan seksual hingga gangguan makan tidak mau makan atau makan terus.

"Kalau itu berlangsung lebih dari 2 minggu insyaAllah depresi, rumusnya itu aja trias depresi lebih dari 2 minggu," imbuh dia.

Baca juga: Studi sebut paparan cahaya buatan malam hari berpotensi picu depresi

Lebih lanjut, ia menandaskan bahwa depresi yang tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan depresi yang resistan terhadap pengobatan atau treatment resistant depression atau (TRD).

"Masalahnya kalau orang TRD itu lamanya itu lebih lama dibanding depresi biasa 3 kali lipat, relapsnya itu lebih tinggi untuk kembali masuk dalam depresi, hingga risiko bunuh dirinya 7 kali lipat lebih banyak dibanding depresi biasa," ungkap dokter yang juga dosen di Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Baca juga: Sering dikira pemalas, ini realita berat yang dialami orang depresi

Pewarta: Sri Dewi Larasati
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |