Jakarta (ANTARA) - KPU Provinsi Papua Barat Daya meminta Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya Nomor Urut 1 Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw dalam perkara sengketa Pilkada 2024 karena dalil yang diajukan dinilai tidak benar.
"Termohon (KPU Papua Barat Daya) dengan tegas menolak seluruh dalil yang diajukan oleh pemohon (Abdul-Petrus) karena tidak beralasan menurut hukum," ucap kuasa hukum KPU Provinsi Papua Barat Daya Rahman Ramli dalam sidang lanjutan di MK, Jakarta, Kamis.
Menurut pihak KPU, dalil Abdul-Petrus mengenai adanya pemilih yang tidak memenuhi syarat karena tidak memiliki identitas kependudukan merupakan dalil yang keliru sebab daftar pemilih pada Pilkada Papua Barat Daya telah melalui tahapan pencocokan dan penelitian serta verifikasi.
Sementara itu, perihal dalil pemilih tidak menandatangani daftar hadir, KPU Provinsi Papua Barat Daya menyebut tidak ada sanggahan dari saksi di tempat pemungutan suara (TPS) maupun rekomendasi Bawaslu. Oleh karena itu, menurut KPU, dalil tersebut tidak benar.
Turut disanggah oleh KPU mengenai dalil politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pasangan calon nomor urut 3 Elisa Kambu dan Ahmad Nausrau, pasangan calon dengan perolehan suara terbanyak.
Menurut KPU Provinsi Papua Barat Daya, tudingan politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan kepada Elisa-Ahmad merupakan dalil yang mengada-ada karena tidak ada rekomendasi dari Bawaslu mengenai hal dimaksud.
Baca juga: Wakil Ketua MK ingatkan pihak PHP Kada tak percaya iming-iming
Baca juga: MK bacakan putusan “dismissal” sengketa pilkada pada 4-5 Februari
KPU Provinsi Papua Barat Daya juga menepis tuduhan penjagalan terhadap pencalonan Abdul-Petrus. KPU memastikan bahwa penetapan Abdul-Petrus sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sesuai dengan Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua.
"Faktanya termohon telah menetapkan pemohon sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur setelah dinyatakan memenuhi syarat keaslian sebagai orang asli Papua," ucap Rahman Ramli.
Berdasarkan sanggahan tersebut, KPU Provinsi Papua Barat Daya meminta MK menolak permohonan Abdul-Petrus untuk seluruhnya, serta menyatakan benar dan tetap berlaku penetapan hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya 2024.
Sebelumnya, Abdul-Petrus meminta MK untuk memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) pada Pilkada Papua Barat Daya 2024 di 553 TPS, terdiri dari 154 TPS dari 117 kampung pada 24 distrik di Kabupaten Raja Ampat, 330 TPS dari 40 kelurahan pada 10 distrik di Kota Sorong, dan 69 TPS dari 14 kelurahan di Distrik Aimas, Kabupaten Sorong.
Abdul-Petrus menuding di daerah-daerah yang dimintakan PSU itu terjadi pelanggaran, seperti adanya pemilih yang belum memiliki KTP elektronik, pemilih tidak menandatangani daftar hadir, pemilih menandatangani lebih dari satu nama, serta petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) menandatangani daftar hadir pemilih.
Di sisi lain, Abdul-Petrus mendalilkan pasangan Elisa-Ahmad melakukan politik uang dengan memberikan imbalan atau janji kepada calon pemilih, serta menyalahgunakan kekuasaan untuk memobilisasi pendamping desa, kepala-kepala distrik, hingga ASN.
Pemohon dalam Perkara Nomor 276/PHPU.GUB-XXIII/2025 itu juga menyoroti putusan Majelis Rakyat Papua (MRP). Putusan itu dinilai kontroversial dan menciptakan hambatan besar terhadap keduanya karena menyatakan Abdul dan Petrus bukan orang asli Papua.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2025