Jakarta (ANTARA) - Lembaga riset Centre of Reform on Economics (CORE) menyarankan pemerintah untuk memberikan insentif bersyarat bagi perusahaan yang berkomitmen tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), guna mempercepat pemulihan ekonomi dan menjaga momentum pertumbuhan.
Laporan CORE Mid-Year Economic Review 2025 yang dirilis di Jakarta, Jumat menyebutkan insentif ini dapat bervariasi, mulai dari keringanan pajak penghasilan badan, subsidi upah karyawan, atau akses kredit berbunga rendah.
“Paralel dengan ini, program padat karya di sektor infrastruktur dan layanan publik bisa digunakan sebagai solusi jangka pendek untuk menyerap 11,1 juta pekerja informal yang kehilangan kesempatan kerja layak,” demikian laporan tersebut.
Selain dukungan terhadap dunia usaha dan penciptaan lapangan kerja, pemerintah juga didorong untuk mempercepat eksekusi belanja pemerintah yang bersifat strategis.
Laporan itu menyebut bahwa untuk mengatasi berbagai hambatan dalam realisasi anggaran, pemerintah perlu membentuk fiscal delivery task force lintas kementerian dan lembaga guna mengatasi berbagai hambatan dalam realisasi anggaran.
Tak hanya itu, insentif kinerja dan pelaporan berbasis hasil perlu diintegrasikan ke dalam mekanisme penganggaran agar belanja prioritas dapat terealisasi lebih cepat dan tepat sasaran.
Selain itu, CORE juga merekomendasikan pemerintah untuk memperluas dan memperpanjang paket stimulus ekonomi agar menjangkau lebih banyak rumah tangga menengah ke bawah, serta mempertimbangkan kebijakan diskon tarif listrik.
Data menunjukkan bahwa biaya listrik menyumbang rata-rata 10 persen dari total pengeluaran rumah tangga di Indonesia.
CORE memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 melambat ke kisaran 4,7 - 4,8 persen, turun dari 4,87 persen pada kuartal I. Perlambatan ini dipicu oleh sejumlah masalah mulai dari konsumsi rumah tangga yang terus melemah, kontraksi belanja pemerintah, hingga pertumbuhan investasi yang masih lamban.
Sementara itu, untuk keseluruhan tahun 2025, pertumbuhan diperkirakan berada di level 4,6 - 4,8 persen.
Indeks Penjualan Riil diproyeksikan hanya tumbuh 1,2 persen atau separuh dari kuartal sebelumnya, Indeks Keyakinan Konsumen terkontraksi 5,1 persen, dan proporsi tabungan rumah tangga turun dari 16,6 persen menjadi 14,6 persen. PHK melonjak 27,7 persen, memaksa masyarakat menggerus tabungan untuk konsumsi dasar.
Baca juga: Pemerintah dinilai perlu perluas stimulus ekonomi guna genjot konsumsi
Baca juga: Ekonom: Transformasi produktivitas pacu peningkatan daya beli
Baca juga: Pemerintah disarankan naikkan HET beras premium, bukan medium
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.