China tak ingin sikap "bermuka dua" dalam pemerintahan Presiden Trump

1 week ago 4

Beijing (ANTARA) - Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan pihaknya tidak ingin pendekatan "bermuka dua" dari Presiden AS Donald Trump yang mengatakan ingin punya hubungan baik dengan Tiongkok tetapi pada saat yang sama meningkatkan tarif dagang.

"Tidak ada negara yang dapat menekan dan membendung China sambil mengatakan ingin mengembangkan hubungan baik dengan China. Pendekatan 'bermuka dua' ini tidak hanya merugikan stabilitas hubungan bilateral, tetapi juga tidak dapat membangun rasa saling percaya," kata Menlu Wang Yi dalam konferensi pers tahunan di Beijing pada Jumat.

Konferensi pers tersebut merupakan bagian dari rangkaian sidang parlemen China "Dua Sesi" pada 4-11 Maret 2025 yang membahas soal kinerja pemerintah China pada 2024 dan rencana kerja pemerintah untuk 2025.

Diketahui sejak 4 Maret 2025, AS menaikkan tarif impor barang-barang dari China dari 10 persen menjadi 20 persen dengan alasan China tidak cukup melakukan tindakan untuk menghentikan masuknya zat fentanil yaitu obat antinyeri golongan opioid untuk masuk ke AS.

"Soal fentanil, pertama-tama kami harus memperjelas bahwa China selalu dengan tegas menindak peredaran narkoba dan merupakan negara dengan kebijakan anti-narkoba yang paling ketat dan menyeluruh di dunia saat ini," ungkap Wang Yi.

Sejak awal 2019, atas permintaan Amerika Serikat, Wang Yi mengatakan China sudah mulai mengatur fentanil sebagai zat ilegal.

"Penyalahgunaan fentanil di AS merupakan masalah yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh AS sendiri. Dengan semangat kemanusiaan, China telah memberikan berbagai bantuan kepada AS, AS seharusnya tidak membalas kebaikan China dengan kejahatan dan bahkan menerapkan tarif sepihak untuk produk China karena hal itu bukanlah tindakan yang bertanggung jawab dari negara besar," tegas Wang Yi.

Wang meminta agar AS mengevaluasi dirinya sendiri terkait masalah fentanil di dalam negerinya dan apa manfaat dari perang tarif dan perang dagang yang diterapkannya tersebut.

"Apakah defisit perdagangannya melebar atau menyempit? Apakah produk manufakturnya menjadi lebih kompetitif atau malah kurang kompetitif? Apakah inflasi AS naik atau turun? Apakah kehidupan rakyatnya menjadi lebih baik atau lebih buruk?" ungkap Wang Yi.

Hubungan ekonomi China-AS harus didasarkan pada interaksi dua arah dan timbal balik.

"Jika kita memilih untuk bekerja sama, kita akan memperoleh keuntungan bersama dan hasil yang saling menguntungkan. Sebaliknya jika AS berupaya untuk menekan maka China akan dengan tegas melawannya," tambah Wang Yi.

Sebagai dua negara besar di bumi, Wang Yi menyebut China dan AS sama-sama berada di satu planet yang sama dalam waktu yang lama.

"Jadi kita harus hidup berdampingan secara damai. Seperti yang ditunjukkan Presiden Xi Jinping dalam panggilan teleponnya dengan Presiden Trump awal tahun ini, konflik dan konfrontasi seharusnya tidak menjadi pilihan. China dan AS memiliki berbagai kepentingan bersama dan ruang kerja sama yang luas untuk menjadi mitra dan mencapai kemakmuran bersama," jelas Wang Yi.

China, ungkap Wang Yi, akan terus berupaya untuk mengembangkan hubungan China-AS yang stabil, sehat dan berkelanjutan sesuai prinsip saling menghormati, hidup berdampingan secara damai, dan kerja sama yang saling menguntungkan.

"Pada saat yang sama, AS diharapkan dapat mendengarkan suara kedua rakyat, memandang pembangunan China secara objektif dan rasional, secara aktif berkomunikasi dengan China dan bekerja sama dengan China memilih untuk hidup berdampingan satu sama lain untuk menguntungkan kedua negara maupun dunia," ungkap Wang Yi.

Pada awalnya, Presiden Trump mengatakan akan menerapkan tambahan tarif 10 persen untuk semua barang impor dari China pada 4 Februari 2025, tapi keputusan itu ditunda selama satu bulan.

Trump kemudian mengatakan bakal mengecualikan barang-barang dengan nilai kurang dari 800 dolar AS (atau sekitar Rp13 juta).

Kemudian pada 10 Februari 2025, China membalas dengan menerapkan tarif 10-15 persen terhadap sejumlah produk pertanian dari AS. China memasukkan berbagai perusahaan AS di bidang penerbangan, pertahanan, dan teknologi ke dalam "daftar entitas yang diragukan" dan memberlakukan kontrol ekspor.

Seusai diberlakukannya tambahan tarif 10 persen terhadap produk asal China resmi berlaku di AS, China kemudian membalas dengan mengenakan tarif 15 persen terhadap impor ayam, gandum, jagung dan kapas dari AS.

Selain itu, China juga menerapkan tarif 10 persen terhadap produk seperti sorgum, kedelai, daging babi, daging sapi, produk laut, buah-buahan, sayuran dan produk susu.

Selain itu, China juga menghentikan impor kayu dari AS, menangguhkan izin ekspor kedelai dari tiga perusahaan AS, serta memulai penyelidikan "anti-dumping" terhadap produk serat optik AS.

Baca juga: China tolak rencana tarif tambahan oleh AS dengan alasan fentanil

Baca juga: China larang sejumlah perusahaan lakukan investasi baru di negara itu

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |