Beijing (ANTARA) - Pemerintah China menyebut masih terbuka untuk melakukan perundingan dagang dengan Amerika Serikat (AS) tapi dengan syarat AS berhenti melakukan ancaman dan memberi tekanan.
"Perang tarif ini dilancarkan oleh AS. Posisi China konsisten dan jelas, kami akan melawan, jika memang harus melawan. Pintu kami terbuka, jika AS ingin berunding," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa (6/5).
Dalam wawancara khusus dengan satu media di AS, Presiden AS Donald Trump mengatakan tarif impor barang China ke AS pada suatu waktu akan diturunkan, tapi Trump tidak mengatakan akan mengambil langkah pertama untuk membawa persoalan perang tarif itu ke meja perundingan.
"Baru-baru ini AS telah berulang kali menyatakan harapan untuk terlibat dalam negosiasi dengan China karena memang tidak ada pemenang dalam perang dagang atau perang tarif," tambah Lin Jian.
Namun Lin Jian menegaskan jika AS benar-benar ingin berunding, maka negara tersebut harus berhenti mengancam dan memberikan tekanan.
"AS harus mengupayakan dialog dengan China berdasarkan kesetaraan, rasa hormat dan saling menguntungkan," ungkap Lin Jian.
Presiden Donald Trump sejak beberapa pekan lalu termasuk pada Minggu (4/5) pernah mengatakan bahwa setidaknya satu kesepakatan perdagangan akan segera terjadi tapi tidak menyebutkan dengan negara mana. Trump juga mengatakan bahwa keputusan ada di tangannya, bukan di tangan negara lain.
"Kami sedang bernegosiasi dengan banyak negara tetapi pada akhirnya saya akan membuat kesepakatan saya sendiri karena saya yang membuat kesepakatan, bukan mereka yang membuat kesepakatan," kata Trump.
"Ini bukan seperti kesepakatan besar yang akan ditandatangani -- dalam beberapa kasus kami akan menandatanganinya, tetapi kami tidak harus menandatanganinya. Saya akan menetapkan kesepakatan, saya akan menetapkan tarif," kata Trump lagi.
Namun media di AS memberitakan bahwa pertumbuhan ekonomi AS melambat tajam pada kuartal I 2025 yang ditunjukkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) menyusut 0,3 persen, turun dari pertumbuhan 2,4 persen dalam kuartal IV 2024 berdasarkan data Departeman Perdagangan AS.
Hal tersebut menjadi yang terburuk sejak awal 2022. Kontraksi itu bahkan terjadi sebelum dimulainya perang dagang.
AS pun hanya tinggal menghitung hari sebelum gangguan rantai pasokan sedangkan masa jeda 90 hari atas tarif timbal balik akan berakhir pada 8 Juli 2025.
Pemerintahan Donald Trump mengenakan tarif hingga 245 persen atas barang-barang impor dari China, sementara China membalas dengan tarif sebesar 125 persen terhadap produk-produk AS.
Trump sudah memberi negara-negara lain jeda tarif selama 90 hari, karena para pemimpin negara tersebut berjanji untuk bernegosiasi dengan AS, meski China tetap menjadi pengecualian.
Sebaliknya, Beijing menaikkan tarifnya dan menerapkan langkah-langkah ekonomi lainnya sebagai wujud pernyataan untuk "berjuang sampai akhir" misalnya dengan membatasi ekspor mineral tanah jarang dan mengajukan sejumlah tuntutan kasus terhadap AS di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Dana Moneter Internasional (IMF) pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi global menjadi hanya sebesar 2,8 persen untuk 2025 karena perang tarif tersebut.
Baca juga: Trump cabut aturan "duty-free" bagi barang bernilai kecil asal China
Baca juga: Trump sebut kesepakatan dagang dengan China akan "adil"
Baca juga: Jeffrey Sachs: China menang dalam perang dagang dengan AS
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025