CHED ITB-AD sebut industri rokok termasuk "serakahnomics"

3 weeks ago 4
Konsumen dikunci untuk terus membeli, bahkan saat ini perempuan juga menjadi target dari industri tersebut

Jakarta (ANTARA) - Center of Human dan Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) menyebut industri rokok termasuk serakahnomics karena mengeksploitasi konsumen yang sudah kecanduan akan rokok.

"Industri rokok termasuk ke industri yang serakahnomics juga karena mengeksploitasi konsumen yang sudah kecanduan. Konsumen dikunci untuk terus membeli, lalu menangkap kelompok rentan mulai dari anak kecil, anak muda, bahkan saya pernah menemukan di Desa Kotawaringin (Bangka, Bangka Belitung) itu kepala desanya menemukan ada anak umur 10 tahun sudah merokok," kata Ketua CHED ITB-AD Roosita Meilani Dewi dalam diskusi di ANTARA Heritage Center, Jakarta, Jumat.

Ia menyebutkan, keserakahan dari para pelaku industri rokok tersebut bahkan sudah dalam taraf memindahkan beban biaya ke masyarakat, utamanya beban biaya akibat berbagai penyakit yang ditimbulkan akibat rokok.

"Konsumen dikunci untuk terus membeli, bahkan saat ini perempuan juga menjadi target dari industri tersebut. Keserakahan ini memindahkan beban biaya ke masyarakat, beban kesehatan seperti sakit jantung, kanker, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), banyak sekali yang beban biaya kesehatannya mereka tidak tahu," paparnya.

Baca juga: CHED: Kenaikan cukai tak efektif, tanpa larangan jual rokok batangan

Roosita juga mengemukakan, akibat perilaku merokok, Indonesia juga mengalami kerugian produktivitas hingga kerusakan lingkungan karena sisa puntung rokok yang tidak bisa terurai atau didaur ulang.

"Kita ini sedang mengalami kerugian produktivitas, jadi di Indonesia produktivitasnya menurun akibat perilaku merokok. Selain itu, risiko kerusakan lingkungan juga tentu meningkat akibat asap atau puntung bekas rokok," ujar dia.

Menurutnya, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan juga harus mulai tidak menormalisasi perilaku-perilaku dari industri rokok yang terus melobi dengan menyisihkan keuntungan hasil cukai untuk pembangunan kesehatan.

"Misalnya hasil keuntungan dari industri rokok dibuat untuk membangun rumah sakit oleh industri tersebut, itu kan tidak boleh. Serahkan hasil keuntungannya pada negara, agar negara yang menentukan akan digunakan untuk apa," tuturnya.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan prevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya perokok berusia 10-18 tahun. Kelompok anak dan remaja menjadi kelompok dengan peningkatan jumlah perokok paling signifikan.

Baca juga: Ekonom: Kenaikan cukai rokok dapat jaga kesehatan, kemandirian fiskal

Baca juga: Kemenhub: Kereta api masuk transportasi umum kawasan tanpa rokok

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |