Jakarta (ANTARA) - Ilmuwan Indonesia sekaligus salah seorang penemu vaksin COVID-19 Oxford-AstraZeneca, Carina Joe, menekankan pentingnya perubahan pendekatan dalam mengajarkan ilmu sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM).
“Sebenarnya harusnya bisa dibuat tidak sulit, jadi saya merasa (ilmu ini) tidak sulit karena saya mengerti. Ya mungkin pendekatannya berbeda dengan yang lain, tapi yang memegang peranan penting itu adalah guru-gurunya. Bagaimana mengajarkan pelajaran ini supaya anak-anak mengerti,” kata Carina saat diwawancara ANTARA di ANTARA Heritage Center, Jakarta, Kamis.
Peraih Penghargaan Bintang Jasa Utama pada 2025 ini menjelaskan pendekatan yang tepat dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa.
Ia menggarisbawahi bahwa minat di bidang STEM itu muncul bukan hanya melalui pembelajaran di kelas, melainkan juga saat siswa terdorong mencari tahu sendiri di rumah.
“Jadi ada rasa ingin tahu yang dibina oleh murid-murid ini, mungkin (sebaiknya) cara pembelajarannya yang diubah. Bukannya pelajarannya dipersulit, tetapi bagaimana cara penyampaian ini supaya anak-anak mengerti,” ujar Carina.
Guru Besar Kehormatan Universitas Airlangga itu menilai gaya belajar siswa sangat beragam. Ada yang cepat menangkap pelajaran, ada pula yang perlu bantuan.
Maka dari itu, peran guru menjadi sentral dalam menyesuaikan metode pembelajaran.
Baca juga: Pemerintah fokuskan beasiswa LPDP untuk bidang STEM mulai tahun depan
Baca juga: Kemendikdasmen perkuat talenta murid-guru bidang STEM, koding, AI
“Cara belajar anak ada yang berbeda-beda, ada yang menangkapnya sangat cepat, ada yang agak perlu dibantu. Tetapi ya mungkin didorong oleh gurunya dan memakai cara yang menarik bagaimana mengaplikasikan STEM-nya dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap wanita kelahiran Jakarta, 36 tahun silam itu.
Pengalaman Carina di dalam dan luar negeri menunjukkan adanya perbedaan cara pengajaran. Menurut dia, sekolah di luar negeri cenderung menyampaikan materi dasar dengan lebih sederhana.
“Kalau saya melihat cara belajar di luar negeri dan yang di dalam negeri, mungkin sekarang levelnya sudah catch-up (mengejar). Tapi di luar negeri, pelajaran-pelajaran dasar diberikan dengan cara penyampaian yang simpel dan mudah supaya dia mengerti oleh mahasiswanya atau murid-muridnya,” katanya.
Lebih lanjut, Carina menyoroti cara pengajaran formula dalam pelajaran eksakta yang kerap hanya menekankan hafalan. Padahal, menurut dia siswa seharusnya diajak memahami asal-usul formula agar lebih mudah diserap.
“Jadi semuanya tentang logika. Bagaimana kita menjelaskan problemnya dengan menggunakan formula yang ada. Tapi formulanya pun bisa dijelaskan kenapa kita mendapatkan formula itu,” ucapnya.
Carina menambahkan, pola pembelajaran yang hanya menekankan hafalan membuat siswa sulit mengaitkan ilmu dengan kehidupan nyata.
Di akhir, ia mengajak kepada seluruh generasi muda bangsa untuk tidak takut mempelajari keilmuan STEM, sebab cabang keilmuan tersebut merupakan ilmu inti yang menopang pengembangan teknologi.
“Jadi saya concern juga. Tingkat mahasiswa yang mengambil fisika di Indonesia menurun. Padahal fisika menurut saya salah satu ilmu yang inti untuk engineering dan teknologi,” tutur Carina Joe.
Baca juga: Wamendiktisaintek ajak pemuda tak takut kuliah di bidang antariksa
Baca juga: Masa depan berawal dari literasi STEM
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.