BRIN: Tata ulang orientasi pendidikan penting demi junjung kejujuran

3 hours ago 5
Ketika orientasi pendidikan terlalu menekankan capaian akademik dan persaingan, maka nilai-nilai seperti kejujuran dan integritas biasanya terpinggirkan

Jakarta (ANTARA) - Pakar sekaligus Kepala Pusat Riset Pendidikan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Trina Fizzanty menyebutkan penataan ulang orientasi pendidikan penting untuk dilakukan demi menjunjung tinggi iklim pendidikan yang menekankan kejujuran dan integritas.

"Untuk menciptakan iklim pendidikan karakter dan nilai-nilai yang kondusif, kita perlu menata ulang orientasi pendidikan. Tidak hanya mengejar hasil, tetapi juga memuliakan proses," kata Trina di Jakarta, Kamis, dalam menanggapi berbagai kasus kecurangan yang terjadi pada kegiatan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2025.

Trina menilai berbagai kasus kecurangan yang terjadi pada proses UTBK 2025 merupakan hal yang memprihatinkan dan mencerminkan bahwa masalah moral, karakter, dan integritas masih menjadi tantangan serius dalam dunia pendidikan Indonesia.

Ia melanjutkan, hal ini juga menandakan bahwa pembangunan karakter dan nilai-nilai pada anak didik di dunia pendidikan di Indonesia masih belum berhasil.

"Ketika orientasi pendidikan terlalu menekankan capaian akademik dan persaingan, maka nilai-nilai seperti kejujuran dan integritas biasanya terpinggirkan. Hal ini tentu bukan semata-mata kesalahan peserta didik," ujarnya.

Baca juga: Presiden: kejujuran pondasi pembangunan bangsa

Baca juga: Cegah korupsi sejak dini dengan terapkan nilai kejujuran di keluarga

Menurut Trina, dalam menciptakan iklim pendidikan yang menjunjung tinggi kejujuran, perlu dibangun budaya belajar yang sehat sejak dini.

Dalam hal ini, jelas dia, Guru dan orang tua harus menjadi teladan dalam integritas, serta menerapkan konsekuensi yang jelas dan adil terhadap ketidakjujuran.

"Sekolah harus menjadi tempat yang tidak hanya mengajarkan materi, tapi juga melatih empati, tanggung jawab, keberanian moral, dan nilai-nilai lainnya. Sekolah perlu difokuskan untuk membangun habituasi penanaman nilai-nilai karakter," tegasnya.

Begitu pula di lingkungan keluarga dan masyarakat, Trina menekankan orang tua, para pemimpin, dan tokoh masyarakat perlu memberikan contoh perilaku dengan karakter yang baik.

"Jadi, sekali lagi, rendahnya moral anak-anak tidak bisa semata-mata ditujukan kepada lembaga pendidikan saja. Masyarakat, khususnya para pemimpin dan tokoh, turut memberikan kontribusi nyata terhadap kondisi ini. Ingat bahwa pendidikan—khususnya pendidikan karakter—merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat," tuturnya.

Baca juga: UN bermakna jika mencerminkan kejujuran

Baca juga: Anies: Terapkan Penilaian Kejujuran Di Sekolah

Trina juga menganjurkan agar sistem seleksi masuk perguruan tinggi yang digunakan dikaji dan ditinjau terus-menerus agar tidak menimbulkan tekanan ekstrem yang mendorong anak didik untuk curang.

Ia juga menyarankan agar sistem seleksi menggabungkan penilaian akademik dengan rekam jejak karakter dan keterlibatan sosial calon mahasiswa.

"Dengan cara seperti ini, yang lolos menjadi calon mahasiswa tidak hanya pintar otaknya, tetapi memiliki akhlak mulia. Inilah calon pemimpin masa depan, dan saya optimis generasi emas tahun 2045 akan tercapai," ucap Trina Fizzanty.

Baca juga: Eri Cahyadi ajak warga junjung kejujuran dalam aspek kehidupan

Baca juga: Kejujuran dan bermoral jangan sampai termarginalkan dalam pemilu

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |