Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengajak kolaborasi lintas sektor di bidang maritim melalui peluncuran buku bertemakan praktik perampasan ruang laut atau marine grabbing, yang berjudul "Merampas Laut, Merampas Hidup Nelayan".
Plt Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) BRIN Yan Rianto di Jakarta, Kamis, mengatakan buku yang disusun atas kerja sama BRIN dengan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), The Samdhana Institute, dan Asosiasi Antropolog Indonesia (AAI), lahir dalam momentum yang tepat, dimana masyarakat tengah menyaksikan berbagai bentuk ketegangan antara pembangunan dan keberlanjutan, juga antara eksploitasi dan hak-hak komunitas pesisir.
Ia memaparkan berbagai praktik marine grabbing, seperti pagar laut di Tangerang, eksploitasi wilayah nomadik orang laut di Kepulauan Riau akibat tambang pasir, hingga reklamasi Teluk Manila di Filipina yang menggusur warga miskin kota atas nama pembangunan turut disajikan dalam buku ini.
Baca juga: BRIN terus berupaya tingkatkan PDB di sektor maritim
"Semua kasus ini menampilkan gejala serupa, yaitu ruang hidup masyarakat pesisir direbut oleh kekuatan yang lebih besar dan kerap kali dibenarkan melalui kebijakan negara," ujarnya.
Sementara Antropolog Maritim BRIN Dedi S. Adhuri menjelaskan peluncuran buku ini memiliki relevansi yang sangat kuat, khususnya di tengah maraknya praktik marine grabbing di Indonesia, yang dinilai meminggirkan hak-hak masyarakat pesisir.
"Buku ini memberikan rekomendasi bahkan desakan kepada pemerintah Indonesia untuk menyediakan skema perlindungan hak masyarakat pesisir, sebagaimana yang dimandatkan oleh Konstitusi Republik Indonesia, UUD 1945," ujar Dedi yang juga penyunting buku tersebut.
Baca juga: BRIN terima 500 sampel riset maritim dari Tim Mission Indonesia 2024
Adapun Direktur Indonesia Operation Samdhana Institute, Martua Sirait mengatakan buku tersebut mengungkap masalah struktural yang lebih besar, terutama mengenai nasib suku nomad/semi nomad laut yang masih belum mendapatkan kepastian masa depan dan cara hidupnya.
Menurutnya, hal ini baik dalam regulasi yang mendukung keberlangsungan hidupnya, pengakuan atas jelajahnya secara hukum, dan perlindungan masa depan dengan cara penghidupannya.
Melalui peluncuran buku ini, Martua Sirait menekankan para akademisi dan ahli hukum serta penggiat lainnya memanggil untuk turut membantu mencarikan cara baru atau terobosan hukum untuk melindungi komunitas pesisir laut dengan segala kearifan budayanya, dengan tetap mendapatkan perlindungan negara.
Baca juga: BRIN targetkan punya 12 kapal riset, perkuat penelitian maritim RI
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025