Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) menyebutkan bahwa Amerika Serikat (AS) memiliki tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap beberapa komoditas asal Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Kemenko Perekonomian Edi Prio Pambudi mengatakan bahwa hal ini terlihat dari persentase pangsa ekspor komoditas Indonesia ke AS terhadap impor komoditas tersebut oleh AS dari dunia, yang mencapai lebih dari 30 persen.
“Artinya kalau produk ini tidak diekspor ke AS, mungkin AS juga akan kesulitan untuk mendapatkan alternatif sumber produk ini dari negara lain karena selama ini konsumen AS cukup tinggi bergantung pada beberapa produk Indonesia,” kata Edi dalam webinar OJK Institute di Jakarta, Kamis.
Beberapa komoditas tersebut antara lain minyak kelapa sawit dan fraksinya; asam lemak monokarboksilat industri, minyak asam dari pemurnian, alkohol lemak industri; mentega, lemak dan minyak kakao; serta kelompok karet alam, balata, getah perca, guayule, chicle, dan getah alam.
Baca juga: Tarif AS-China turun, Indonesia manfaatkan untuk negosiasi
Edi mengatakan, pemerintah juga terus mencermati terutama 20 komoditas ekspor Indonesia yang selama ini dinikmati oleh konsumen AS.
Apabila pemerintah tidak segera mengambil langkah untuk negosiasi dengan AS, maka 20 komoditas ekspor terkait akan berpotensi terpukul dengan adanya kebijakan tarif AS.
“Inilah yang sebenarnya menjadi dasar kita untuk mencari cara win-win solution. Kita tidak berharap kehilangan pasar di Amerika Serikat dan tentu Amerika Serikat juga tidak kehilangan mitra yang baik dengan Indonesia. Ini yang kita harapkan di dalam perundingan berjalan dengan sebaik-baiknya,” kata Edi.
Dalam rangka mengantisipasi perundingan dengan AS, Edi menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia berupaya untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Ini bukan berarti Indonesia semata-mata akan membeli produk dari AS, namun Indonesia juga mencari solusi agar kepentingan nasional dapat dipahami oleh AS.
Baca juga: Ekonom ingatkan agar RI antisipasi dampak tak langsung perang tarif
Pada beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia telah menemui beberapa pimpinan pemerintah AS untuk menyampaikan proposal dan tawaran dagang sekaligus menyampaikan apa yang Indonesia perlukan.
Edi mencatat, pertemuan itu mendapatkan respon yang positif. Beberapa hari yang lalu, Indonesia telah menyelesaikan pembahasan putaran pertama dengan pihak AS.
Selanjutnya, ujarnya, perundingan putaran kedua diharapkan bisa dilakukan pada awal Juni mendatang.
Di tengah negosiasi yang masih berlangsung, Edi menyampaikan bahwa pemerintah juga memanfaatkan momentum ini untuk melakukan perbaikan kebijakan, termasuk melakukan reformasi kebijakan secara struktural.
Hal ini diwujudkan dengan inisiasi pembentukan Satgas Perluasan Kesempatan Kerja dan Mitigasi Pemutusan Hubungan Kerja serta pembentukan Satgas Peningkatan Iklim Investasi dan Percepatan Perizinan Berusaha.
“Kita menggunakan momentum ini untuk melakukan, yang pertama, tentu reformasi kebijakan, memperbaiki iklim investasi kemudahan berusaha agar proses perdagangan dan investasi dengan Indonesia semakin baik dan kita mendapatkan banyak peluang untuk meraih kemitraan dengan berbagai negara yang lain,” katanya.
Selain itu, mengingat terdapat negara-negara yang dikenai tarif lebih tinggi oleh AS, Indonesia juga melihat peluang untuk memperluas akses pasarnya ke konsumen di AS.
“Indonesia sebenarnya juga dapat mengalihkan komoditas ekspor ke negara lain. Inilah yang juga sedang kita jajaki untuk mendapatkan pasar dan meningkatkan juga ekspor ke negara lain,” kata Edi.
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025