Banjarnegara (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng), bersama sukarelawan melakukan penanganan terhadap tanah longsor yang mengancam dua rumah warga di Desa Cendana.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Banjarnegara Aji Piluroso di Banjarnegara, Jumat, mengatakan hujan lebat yang terjadi pada Kamis (14/8) pukul 12.00 WIB hingga 17.00 WIB, mengakibatkan tebing jalan kabupaten setinggi 7 meter dan panjang 8 meter di Dusun Banjaran RT 03 RW 02, Desa Cendana, Kecamatan Banjarnegara, longsor.
"Selain mengancam dua rumah warga, material lumpur dari tebing yang longsor itu juga masuk ke beberapa rumah warga. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut," katanya.
Menurut dia, dua rumah yang terancam masing-masing milik Diono yang dihuni empat jiwa dan milik Madi yang dihuni tiga jiwa.
Lebih lanjut, dia mengatakan tim dari BPBD Kabupaten Banjarnegara bersama instansi terkait sudah melakukan asesmen dan memberikan bantuan logistik dan permakanan.
Selain itu, pihaknya juga telah melakukan penanganan darurat dengan menutup lokasi longsor menggunakan terpal sebagai langkah pencegahan longsor susulan.
"Kami mengimbau warga tetap waspada mengingat intensitas hujan di Banjarnegara masih tinggi. Selain membersihkan saluran air, warga di daerah rawan bencana diminta siaga saat hujan deras," kata Aji.
Baca juga: BPBD Banjarnegara: Belasan warga mengungsi akibat longsor di Punggelan
Sebelumnya, Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap Teguh Wardoyo mengimbau masyarakat di wilayah Jateng bagian selatan untuk tetap waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor meskipun sebagian besar wilayah Jawa Tengah telah memasuki musim kemarau.
Secara klimatologis, kata dia, bulan Agustus biasanya merupakan periode puncak musim kemarau di wilayah tersebut, namun dari pantauan menunjukkan hujan masih sering turun hingga pertengahan bulan.
"Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya gangguan cuaca, yakni Dipole Mode Index (DMI) yang bernilai negatif, suhu muka laut yang masih cukup hangat, dan kelembaban udara yang relatif tinggi," katanya di Cilacap, Kamis (14/8).
Ia mengatakan Dipole Mode merupakan fenomena interaksi antara laut dan atmosfer di Samudra Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan suhu permukaan laut antara pantai timur Afrika dan pantai barat Sumatera.
Dalam hal ini, kata dia, perbedaan nilai anomali suhu permukaan laut tersebut disebut sebagai Dipole Mode Index (DMI).
"Jika DMI positif umumnya berdampak pada berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, sedangkan DMI negatif berdampak pada meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat," katanya menjelaskan.
Baca juga: BPBD tangani longsor di jalan provinsi Banjarnegara-Pekalongan
Ia mengatakan DMI dianggap normal ketika nilainya 0,4 namun saat ini tercatat negatif 0,84, sehingga berdampak pada meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat.
Menurut dia, gangguan cuaca seperti ini dapat memicu hujan terjadi selama lebih dari tujuh hari berturut-turut sejak awal kemunculannya dan diprakirakan masih berpotensi terjadi dalam sepekan ke depan dengan intensitas sedang.
"Perubahan cuaca yang tidak sesuai pola musim perlu diantisipasi bersama, termasuk oleh pemerintah daerah, dengan menyiapkan langkah mitigasi dan kesiapsiagaan bencana," kata Teguh.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.